Selasa, 28 Agustus 2012

Gerbong Kita

seiring tapak waktu
entah kenapa aku semakin senang
dengan banyaknya gerbong yang merantai

kereta sahabat.
sebut saja begitu
pada awalnya.

gerbong ini bertambah panjang seiring usia
tapi sama sekali tak memperlambat jalannya kereta
entah. mungkin gerbong ini punya cara
seperti pola migrasi burung dalam "V" yang mempesona

Minggu, 26 Agustus 2012

Bukannya tak Sabar


"Laa Taghdhob wa Lakal Jannah, Jangan marah bagimu syurga!"
terpatah-patah dan dengan mimik lucu anak kecil yang masih TK itu memamerkan hadits yang sudah dihafalnya di sekolah. lengkap pula dengan gerak tubuh yang membuat kakak dan orang tuanya makin tergelak.

JANGAN MARAH. Sederhana saja memang kedengarannya. Hadits yang melarangnya pun relatif singkat dan bisa dihafal dalam sekali dengar. Namun sebagaimana emosi lainnya, memiliki rasa marah adalah hal yang normal. Menghandel nya dengan baik pun bagi sebagian orang adalah hal yang cukup mudah.

ORANG SABAR. Biasanya orang yang jarang tampak marah akan serta merta mendapat titel itu. Titel yang baik? yah, mungkin... Lantas bagaimana jika dengan titel itu orang lain jadi merasa ringan berbuat apa saja.
"Toh dia tak akan marah," biasanya itu yang lantas terdengar dari orang yang sebut saja kurang mampu menghargai kesabaran orang lain. Atau belum mampu.

Nah, lantas mungkin ada kalanya marah itu diperlukan. bukan untuk meluapkan emosi yang selama ini tertahan. Bukan karena kesabaran yang telah mencapai batasnya. Bahkan kadang mereka yang punya cukup kesabaran memang tidak merasa kesal sama sekali.

Lalu, untuk apa marah itu dilakukan?

Kamis, 23 Agustus 2012

Kemarin...

Kadang masa lalu itu seperti lompatan bintang
dan cahayanya yang memercik
terlalu indah untuk dipercaya
bahwa kenangan itu pernah ada

Kadang masa sekolah itu seperti naga
atau bahkan dinosaurus
yang tampak liar tapi mengagumkan
ragu pula apa ia nyata, atau fantasi saja

Kadang...
beda antara kemarin dan imajinasi
hanya seperti selapis kain, transparan pula

Kalau bukan karena kita punya ingatan yang sama
atau buku yang berdebu itu,
mungkin aku akan ragu apa benar semua itu nyata


Jumat, 17 Agustus 2012

Menjarak Sejenak

Ikhlas....
kadang saya bingung dengan definisi kata itu.

Syukur....
apalagi tentang yang ini.

Kerapkali saya diam, mencoba mengulik apa yang sedang dirasakan hati. Ah, atau mungkin saya terlalu banyak berlogika, lantas menempatkan perasaan dan logika dalam porsi yang masih timpang?
Lagi-lagi tentang seseorang, yang hingga saat ini saya masih belum tahu jawabannya. Atau saya yang kerap kali membantah jawaban yang sebenarnya saya tahu? Ada sesuatu yang dia miliki, dan itu tidak ada pada saya.

ini tentang seseorang yang begitu cemerlang, sampai saya merasa bias saat bersamanya. Sampai saya merasa ragu untuk bercerita, sekedar melayangkan tanya, "apa yang sungguh membedakan saya dan dia?" pada orang yang mengenal kami berdua.
dia cenderung sederhana dalam bersikap jika dibandingkan saya yang mungkin cukup kompleks bagi sebagian orang. caranya berbicara pun lebih ramah dan kekanakan dibanding saya. ini bukan berarti saya kaku, hanya saja, dalam beberapa kondisi dia tampak lebih "perempuan" dibanding saya. disamping itu, dia juga lebih keras kepala dan moody. Yah, saya memang lebih terlihat tenang memang, terlampau tenang malah, sampai banyak orang mengira saya hampir tak pernah terlihat marah atau tak menyukai sesuatu.

dia baik, cantik, lembut, dan sedikit kekanakan. mungkin itu hal yang diperlukan untuk membuat banyak orang "terkesan" sejak pandangan pertama. Mungkin itu hal yang membuat banyak orang mudah merasa sayang dan ingin melindungi.

Kamis, 02 Agustus 2012

Kita...Segenggam Pasir

Kadang "berusaha keras" bukan cara terbaik untuk mendapatkan sesuatu.

Ada sebuah hubungan, antar manusia. punya teori yang mungkin sedikit beda dengan apa yang biasa kita sebut "mimpi". Kita mungkin sempat berharap sesuatu pada seseorang. tapi yah, seperti biasanya, menjaga hubungan itu seperti menggenggam pasir. kau tahu khan? Semakin erat kau menggenggamnya makan semakin mudah ia jatuh melewati sela-sela jemarimu. sederhana. sangat sederhana malah.

Tapi, seberapa renggang kita mesti melonggarkan genggamannya?
ahh...
sudahlah, sejenak mari kita tatap matahari dan arak-arakan awan. menarik nafas seperlunya. biar semua kekhawatiran itu hilang.
sejenak mari kita menatap ke arah lain. ke dalam diri sendiri mungkin? biar orang itu juga punya waktu untuk dirinya sendiri. biar "genggaman" itu bisa sedikit melonggar, biar "pasir" di dalamnya tidak jatuh melewati "sela jemari".

lalu, setelah itu kita tinggal tersenyum. karena pasir yang ada pada genggaman yang terbuka juga bisa hilang diterbangkan angin. jarak yang terlalu rapat itu mesti direnggangkan, tapi jangan sampai terlalu renggang.

Kita ada, untuk saling memahami, satu dengan lainnya.
Kita ada, untuk saling menjaga, satu dengan lainnya.
Jadi, mari tersenyum, dan lanjutkan semuanya seperti biasa
^^