Senin, 31 Maret 2014

Berhenti

Jika suatu hari kamu terbangun dan melihat sekitarmu telah meranggas
Kamu tertidur begitu lama hingga tak tahu bagaimana rupa dunia
Atau menolak untuk tahu
Hingga ketika kamu sadar segalanya telah berganti begitu banyaknya.

Alam telah meranggas
Pun hati-hati yang biasa kamu jadikan sandaran telah jauh
Yang ada di depanmu hanya jejak petualangan
Dari petualang yang tak kunjung pulang

Dan apakah kamu juga akan berhenti?
Memutuskan ceritamu henti hingga titik ini saja
Apa terdengar olehmu bisik halus senja yang memintamu menyapanya?
Apa terasa olehmu sengat mentari yang minta ditenangkan?
Apa terlintas dalam pikirmu, tentang rakit yang minta berlayar?

Minggu, 30 Maret 2014

Seratus Menit yang Ramai

100 menit ke sekian kalinya di atas ular besi.

Hei, siang Kinara. Apa kabarnya?
Siang ini matahari begitu terik. Panas sekali. Ada rasa-rasa yang terbakar. Ada sesuatu yang tertahan.

Kinara, dalam perjalanan sesuatu mengalir tak selalu ringan prosesnya. Ada sesak seperti yang kerap kali kita bicarakan. Dalam dendang gemintang yang bicara lewat pijar.

Hei Kinara, apa kabarnya?
Dalam pilinan cerita, ada sesuatu yang kuselipkan di antaranya. Tentang keyakinan di antara semua kesah. Tentang harapan di antara mimpi yang menganga. Tentang kecemburuan dan rasa tak mau kalah.

Hei Kinara.
Ular besi kali ini tak kulalui sendiri. Ada banyak orang hari ini. Tapi... kamu tahu bagaimana aku sedikit kesulitan melebur praduga? Tentang sesuatu yang tak bisa keluar dari bayang. Tentang sesuatu yang tetap menguncup.

Hei Kinara,
Satu jalan keluar dari ini adalah berlari. Melabas segala ketakutan. Membangun percaya akan matahari esok hari.
Mungkin tak apa keluar dari lingkaran hidup kita yang biasa dan memulai lingkaran baru. Selama dunia kita masih muda. Selama dunia kita belum tua.

Kamis, 27 Maret 2014

Menguap

Selamat malam, Cahaya. Selamat malam, Kinara.
Kamu tahu bagaimana aku merindukan kita bertegur sapa lewat baris kata? Ah, mungkin kamu tak kan sepaham itu. Jadi biar aku katakan, aku merindumu dan baris kata yang biasa kubariskan untukmu. Ada waktu-waktu kosong dimana seharusnya aku bisa membariskan beberapa untukmu. Sekedar berbagi tentang cerita hari ini. Tapi ada beberapa hal yang akhirnya membuat mereka urung untuk berbaris. Sekedar alasan klise sebenarnya, rasa malas, ngantuk, lelah, atau rindu dengan mimpi yang seolah lebih menggoda untuk ditemui.

Selamat malam, Cahaya. Selamat malam, Kinara.
Ada beberapa hal yang mau aku bagi. Tapi perlahan banyak hal menguap begitu saja seiring waktu. Kata-kataku juga menguap, Kinara.. Hahha.

Menguap

Benar-benar menguap begitu saja, Kinar...
Hingga tak ada yang bisa aku tuliskan untukmu beberapa waktu ini.
Tapi kertas putih terlalu berharga untuk tetap ditinggalkan tetap putih,
Jadi biar saja kuceritakan bagaimana kata-kata itu bisa menguap.

Ya, menguap begitu saja bersama alir waktu.

Menguap begitu saja

Menguap

Dan akhirnya ....

Hilang

Minggu, 23 Maret 2014

Orang yang Luar Biasa

Halo, pagi Kinara...
Pagi ini hujan turun lagi menyapa kotanya. Ada dingin yang menelusup lewat sela. Ada janggal yang memaksa masuk. Kekosongan yang terlalu, seringkali membuat rasa sesak saat sesuatu ingin mengisinya. Pun kejadian malam tadi.

Kinar apa kabarnya?
Rasanya sudah lama sejak terakhir kali kita bertukar kata. Ada banyak cerita yang aku ingin kamu dengar.
Kinar apa kabarnya?
Ada beberapa tanya yang mau kusampaikan.
Tentang potongan rasa yang entah ego atau bukan. Tentang tanda tanya akan sesuatu yang bukan semestinya. Dan tentang ketenangan mengambil langkah di dua jalan yang entah sejalan, entah tidak.

Hei, Kinara...
Ditinggalkan dan meninggalkan adalah sesuatu yang secara rasa tak berbeda.
Kita merangkak menuju apa yang biasa disebut sebagai "dewasa".
Tapi tetap saja mungkin keputusan lama menjadi batas gerak kita. Bukan. Batas gerak saya.

Hei Kinara.
Bagaimana tentang sesuatu yang berharga. Seseorang yang berharga?
Tak banyak orang yang bisa kudengar. Tak banyak pula orang yang bisa kuingat lama. Tapi mereka yang meninggalkan bekas, tapi mereka yang luar biasa selalu memiliki orang yang lebih luar biasa baginya.
Pada akhirnya, jangankan menjadi berkas pelangi, prisma hujan sajapun kita tak mampu.
Sesuatu tentang ikhlas dan rela, mungkin seharusnya begitu. Setiap orang berdiri di ruangnya masing-masing. Jauh dari ruang lainnya. Jadi, bagaimana?
Setiap orang akan menguap. Mungkin kita hanya menguap sedikit lebih cepat dari yang lainnya....

Lalu dua hal lagi, mungkin akan kusampaikan lain kali.
Selamat pagi, Kinara. Selamat Hujan yang menghanyutkan pikir kita ke dalam bumi.

Sabtu, 08 Maret 2014

Harap Selintas

Malam Kinara...
kembali hari ini kita diam lagi dalam rahim ular besi. Tempat lain yang mengajak kita berdiam hanya bersama diri dan pikir sendiri.

Berwaktu ke belakang, hidup berjalan dengan tempo yang menenangkan. Cukup cepat hingga senyum dapat lebih lama berdiam di wajah ini.

Tapi ada waktu. Dimana aku terjebak dalam kerumitan kota bersama Ashiro -motorku-, ada jeda waktu sehingga pikir terkadang sulit terbang.
Terkadang, Kinara, ada rindu yang sulit diredam. Apalagi tiba-tiba ada sesosok siluet yang hampir mirip dengannya. Jaket kaos dengan pola khasnya.
Hahha, bagaimana ini, Kinara?
Berkali terlintas untuk menghadirkan sebuah pertemuan. Meski berkali pula lintasan pikir itu tergilas roda yang terhenti di tempat tujuan. Tapi dalam kepadatan lalu lintas kota ini, ia juga ikut menghangat bersama bau knalpot yang semakin menguat.

Hei, Kinara...
Bagaimanapun, aku tetap menikmatinya sebagai proses hidup yang kujalani.
Jadi bantu aku dan doakan agar ingin itu tak pernah terlaksana...

Selasa, 04 Maret 2014

Selamat Hujan, Kinara

Halo Kinara, hari ini hujan.
Bukan hari ini saja sih, sudah tiga hari ini hujan datang seperti nyaman dengan kota ini. Ah, mungkin bukan hanya nyaman. Kota ini mungkin seperti rumah singgahnya. Ya, ini Kota Hujan katanya. Maka wajar jika hujan bertandang begitu lama di kota ini.

Hei, Selamat hujan, Kinara. -Sesekali tak apa ya kita tak menyinggung waktu saat menyapa-.
Entah sejak kapan aku menyukai hujan. Banyak hal, Kinara. Banyak hal yang membuatku suka hujan. Tetes air yang pecah di permukaan bumi, dingin yang turut mengiring, bahkan percik kenangan yang terkadang menyapa.

Hei, Kinara...
Hujan seringkali mengurangi banyak hal yang berkelindan dalam memori, seperti penghapus papan tulis yang kita pakai setelah kelas usai. Hujan juga seringkali membantu menenangkan kekacauan hati, seperti pijat refleksi saat penat mulai menyapa. Atau musik alam yang memberikan imajinasi.

Aku suka hujan, Kinara. Apalagi saat banyak hal masuk ke pikiran tanpa permisi. Aku senang berdiri di bawah hujan, Kinara. Menikmati setiap tetesannya yang seakan memijat kepalaku yang tengah penat. Aku senang basah di bawah hujan, Kinara. Membiarkan dinginnya meresapi tubuh yang panas karena terlalu banyak emosi. Aku suka mendengarkan hujan, Kinara. Membiarkan simfoninya merapikan suara-suara tak teratur dalam kepala.
Aku suka hujan, Kinara...