Rabu, 26 Februari 2014

Re : Born

Selamat malam, Kinara.
Waktu telah bergulir banyak sekali dari yang biasa kita tapaki. Ada bermacam rasa yang minta dirumahkan. Ada bermacam cerita yang minta dikotakkan. Ada kerinduan yang minta ditebah. Ah, malam membawa kita pada racau tentang banyak kata. Tentang segala hal yang bermuara pada satu : Ketakutan.

Berjuta bayang berkelindan dalam imaji kita, ya, bagaimana mungkin ketakutan tak bertandang sementara kita selalu berdiam. Pikir itu bagai bakteri bagi diri yang membeku. Mengganda, menduplikasi hingga membusuk. Rusak. Seperti air yang menggenang. Seperti got yang mampet di jalanan ibukota. Parah.

Maka bergerak  dan biarkan segala harap-harap yang meratap bisa digarap ulang. Maka bergerak dan biarkan ketakutan tertinggal pada setiap manuver yang kita buat di persimpangan-persimpangan jalan kehidupan. Maka bergerak. Dan apalagi obat yang lebih baik bagi hati yang nyaris meranggas selain bergerak. Bila tak kau temukan cinta, maka bergeraklah hingga cinta yang kan hadir menyapa, tepat di muka. Bila kau tak temukan kenyamanan, maka teruslah bergerak hingga nyaman itu hadir dalam pergerakannya. Bila tak kau temukan kenikmatan, maka kenikmatan itu kan semakin hilang dalam tubuh yang meringkih hilang semangat.

Selamat malam, Kinara.
Waktu bergulir hingga semakin habis tubuh kita dimakan waktu. Tapi jangan buat pikir kita ringkih karena tertelan imaji yang tak punya arti.
Jadi, selamat malam, Kinara.
Sesulit apapun langkah di hadapan kita. Maju saja. Bukankah kita telah sama berjanji untuk tak berhenti?
Air mata. Luka. Bahkan kecewa.
Bukankah kita telah sama tahu, bahwa mimpi selalu punya cara buat para pejuangnya sakit kepala bahkan sesak jiwa?

Mimpi tak boleh putus. Meski berkali kita merasa rendah diri, hanya perlu semakin memperbanyak pupuk percaya, bahwa Allah tak pernah sembarang menuntun hamba-Nya. Mimpi tak boleh berbalik arah. Meski berkali jalan buntu ditemui, hanya perlu menggali lebih dalam lagi. Mimpi tak boleh tenggelam. Meski arus menghantam semakin deras atau kita tertinggal perahu yang telah berlayar jauh, hanya perlu berenang lebih keras lagi dan percaya bahwa tepian itu pasti bisa kita raih.

Jadi, selamat malam, Kinara.
Setelah perjalanan panjang yang menguras energi diri, setelah pikir panjang yang hampir meranggas hati. Mungkin sudah waktunya bagi kita untuk bangun dari tidur panjang yang kita lalui. Mungkin telah waktunya bagi kita untuk berdiri dan mengepalkan lembali genggam kepal kita yang sempat melemah.

Jadi, selamat malam, Kinara.
Semoga hari esok jadi tapak mula baru bagi kita untuk bangkit menyongsong harap-harap yang meratap minta digarap.

Selasa, 18 Februari 2014

100 Menit dalam Rahim Ular Besi

100 menit. Bahkan seringkali tak sampai 100 menit. Ini waktuku. Ada guncang kecil sesekali. Tapi tak pernah cukup mengganggu. Ini 100 menitku yang seringkali tak sampai sebulan sekali bisa kunikmati.
100 menitku dalam rahim ular besi.

Ada suara-suara absurd berirama. Ada guncang kecil yang melenakan. Tapi 100 menit ini sungguh cukup buat jadi cadangan energi hingga 3 bulan ke depan.
Dalam rahim ular besi, aku bebas bicara dalam baris kata yang jatuh lewat ujung jemari. Bebas pula berpikir tentang hari lalu, dan nanti. Jerat jahat yang membungkus akal sehat terurai perlahan di tempat ini. Bersama terbangnya rindu yang tak terbayar. Dan harap yang tak tergarap.

Juga bebas berpikir tentang kamu. Seseorang yang biasa kusebut Zeta. Kamu tak selalu muncul. Tapi sekali kamu tiba, seringkali rasanya cukup menepis ragu. Tentang apa saja. Tentang tempat berdiri yang tak kuharap. Tentang kesendirian yang belakangan mulai mengganggu. Tentang duga yang membuat bibir kelu.

Kamu tak bicara, hanya binar semangat yang hadir di matamu itu... rasanya meletupkan sesuatu yang mengempis di dalam sini.
Aku juga tak perlu bicara bagaimana sesekali aku mengharap kamu jatuh tak sengaja di retinaku. Tapi bagaimana? Aku juga telah berjanji tak membiarkan bayang imaji menguasai. Hanya khawatir dengan segala euforia yang biasanya hadir kemudian.
Jadi bagaimana? Biar Tuhan lagi yang menerima segala titip harap yang muncul malu-malu. Hingga nanti. Hingga nanti jika semuanya memang digariskan begitu adanya.

Jumat, 14 Februari 2014

Menyerah (?)

Saat dua kebutuhan berpapasan, maka terkadang harus ada yang mengambil langkah mundur.

Kinara, pagi ini aku di kandang kuda, memandang kuda yang tengah sarapan. Ada kuda kecil, Kinar... yang waktu itu masih sekaki ibunya, sekarang sudah lebih besar. Tiba-tiba, aku ingin bisa berkuda, Kinar. Hahha..

Ohya, Kinara apa kabarnya?
Beberapa waktu aku bertahan buat tak bicara. Mencoba menyaring segalanya sejernih mungkin. Tapi tetap saja keruh. Hahha
Aku...lagi-lagi cemburu. Berkali-kali. Padahal aku pikir aku sudah berdamai dengan rasa-rasa itu. Hahha. Mungkin ada sesuatu yang kurang dariku ya Kinar?

Hei, Kinar...
ternyata memang selalu lebih mudah bicara denganmu. Apa mungkin... sudah waktunya aku menyerah ya, Kinar?
Menyerah untuk membiarkan oranglain mendengarku, menyerah untuk membiarkan oranglain meluruskan pikiranku.
Entah bagaimana, mungkin mereka kira aku sangat kuat atau sangat sabar untuk menunggu terlalu lama. Aku bosan, Kinar... tentang mengalah dan segalanya itu. Waktu telah diserap habis hingga tak ada lagi untukku. Yasudah, kita ciptakan saja waktu, tentangku dan Kinara. Saja.

Kinara....
Kalau suaraku tak terdengar, mungkin lebih baik aku hilang. Menghilangkan diri dalam kepadatan waktu yang tak kunjung usai. Biar semua pikir tak punya ruang lagi untuk hadir. Biar tak ada yang perlu disampaikan. Biar tak ada lagi kebutuhan akan kehadiran yang lainnya. Biar tak perlu lagi menunggu.

Kinar,
Rasanya waktu belum berdamai denganku. Di saat aku perlu jawaban, semuanya hilang. Beberapa waktu lalu, kepalaku penat dengan sesuatu. Aku terus mencoba tak bicara. Membiarkan segalanya menemukan muaranya sendiri. Tapi kepenatan itu bukannya berkurang malah bertambah. Hingga ada cemburu, lagi-lagi, memenuhi rongga. Aku tahu menyimpannya bukan hal baik. Lalu, aku minta seseorang sejenak menjadi tempat. Awalnya semua baik, tapi tepat saat aku baru akan memulai ceritanya, orang itu pergi. Apa ceritaku begitu membosankan? Atau ada begitu banyak keperluan? Tapi bagaimanapun, kenapa tidak dikatakan saja? Kalau memang siap, kalau memang masih tak ada waktu, kalau memang tak mau. Pada akhirnya, semua selalu tak ada saat memang dibutuhkan.

Pada akhirnya, tetap saja aku ingin seseorang datang

Aku lapar, Kinar. Masih ada waktu sebelum jam 9, mari sarapan.. :)

Senin, 10 Februari 2014

Quote (5) - Batas

Dengan segala kelemahan
Kumohon padaMu ya Tuhan
Berikan secercah harapan
Tuk lampaui keterbatasan...

-Theme song ARESTA-

Kamis, 06 Februari 2014

Hidup

Di penghujung malam ini kita saling bercerita tentang segala
Berbagi kasih dalam bentuk yang tak biasa
Alam masih menyimpan berkas memori yang selaksa
Selama apapun masa, rindu itu tetap saja
Mengintai-intai sepanjang tapak senja
Ada bayangmu di garis khatulistiwa
Sayap peri yang menjelma jadi sebuah rupa
Ada rantai mata doa, yang tak pernah hilang kata

Kita bermimpi, tentang hari pasti di masa nanti
Kita berjanji, menikmati segala yang kita jajaki
Kita mencoba, tak pernah menyesali yang kita tapaki
Masa kemarin, hari ini, bahkan nanti
Segala yang terjadi pasti berarti
Kita belajar percaya tentang mimpi-mimpi
Menjadikannya energi yang tak pernah mati
Kita belajar percaya bahwa Allah selalu di sisi
Membantu segalanya dan mengizinkan yang terbaik terjadi
Kita...dan mimpi yang menunggu jadi

-RunaAviena, di silih waktu penelitian skripsi-

Rabu, 05 Februari 2014

Quote (4) - Gegas

Hari demi hari, kita akan semakin mencapai langit, Kinara!
Tetap maju! Terus saja maju!
Apa kamu bisa merasakan semilir semesta?
Ayo bergegas! Apa lagi yang ditunggu?
-RunaAviena, Senja Lab Miktek-

Senin, 03 Februari 2014

Bertahan

Sore Kinara,
Kampus beberapa hari ini begitu sepi. Wajarlah, ini hari libur, Kinar. Kehidupan seakan hanya ada di beberapa titik saja. Tadi aku berkeliling, mencari jalan ke lab tempatku penelitian. Jarak yang dekat terasa jauh ternyata, Kinar. Banyak pintu-pintu yang dikunci hari ini.
Kinar, Kinar.
Kau tahu, sepi seperti ini membuat bayang-bayang abstrak sering menyapa. Pun niat-niat yang juga tak seharusnya dipikirkan. Kinar, sepi seperti ini seringkali membuat rindu-rindu hadir tanpa permisi. Apalagi waktu senggang yang lumayan dengan kegiatan yang setiap hari namun tak banyak. Menahanku tetap di Kota Hujan.

Ini Kota Hujan, Kinar...
Dengan cuaca yang seringkali bersahabat dengan imaji. Simponi hujan yang berduet dengan romentisme alam seringkali membimbing harap melambung menuju apa yang biasanya tak mampir di waktu yang biasa.
Ini Kota Hujan, Kinar...
Dan hujan, seringkali mampu membimbing memori kita ke tempat-tempat penuh kenangan. Menggali memori kita ke sudut-sudut yang nyaris usang. Menjemput rindu akan beberapa kejadian. Hingga sesekali ada niatan untuk mengulang beberapa hal.

Lalu kenapa?Apa itu salah, Kinar? Berpikir itu manusiawi toh? Berharap juga hal yang biasa saja sebagai manusia. Tapi pertanyaannya sekarang kan tinggal apakah dilakukan atau diurungkan?
Allahpun tak memberi dosa buat setiap niat buruk yang terlintas, namun dosa itu baru ada ketika niat itu jadi dikerjakan. Bahkan Allah memberi balas pahala untuk setiap niat buruk yang diurungkan.
Kinar, mungkin memang sulit menahan sesuatu yang diniatkan. Apalagi kalau hal itu tampak menyenangkan, meskipun sejatinya sia-sia bahkan merugikan. Mungkin karena itu pula Allah memberinya harga seperti melakukan kebaikan.

Kinar, Kinar, Kinar...
Ada banyak hal berharga disini. Lingkungan yang kondusif, teman yang selalu ada, sahabat yang hampir seperti keluarga, dan segalanya. Syukur itu segalanya bukan? Dalam banyak cara, banyak ekspresi, banyak jalan. Maka bagaimana aku tak bersyukur tentang segala yang saat ini ada? Maka biarlah, niat itu kuurungkan. Semoga saja Allah dapat menghitungnya sebagai bentuk syukurku atas segala kondisi yang telah Allah gariskan ini. Aku hanya ingin belajar bersyukur, Kinar. Mempertaankan segalanya tetap dalam batas, tetap dalam koridor. Keinginan itu ya ada, niat juga sesekali tetap saja, tapi masalahnya sekarang kan tinggal dikerjakan atau diurungkan, semoga saja Allah selalu memberi kekuatan untukku bertahan.