Tampilkan postingan dengan label unimportant feel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label unimportant feel. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 November 2013

Apakah... erm... Mengganggu?

Selamat malam Kinara,
kali ini murni aku mau bercerita padamu. Ada hal yang mau kubagi, tapi tak kutemukan satu wajahpun yang terbayang untuk jadi pendengar. Maaf ya, Kinara. Lagi-lagi aku kembali saat tak ada lagi yang bisa kutemui. Hahha..
Cerita kali ini mungkin akan sangat random, Kinara. Jadi, lewati saja kalau kamu benar-benar terlampau sibuk untuk menyimak.

Oke, selamat malam Kinara.
Pagi ini, ada satu hal yang buatku tersentak. Tak ada yang salah memang. Yang bersangkutan pun kuyakin tak ada maksud membuatku tersentak.
Kinara, mungkin banyak hal yang mesti kuevaluasi yaa...
Ada banyak orang baik di sekitarku. Sangat banyak. Berkali aku bersyukur pengukir takdir menuntun garis takdirku ke tempat ini. Sangat bahagia Kinara. Aku merasa ada sayap putih perlahan tumbuh di punggungku, meski kecil, tapi setiap masa membuat ia tumbuh Kinara. Kau tahu kan bagaimana inginnya aku terbang?

Tapi Kinara, mungkinkah bahagia itu cuma aku yang rasa? Tak sekali, beberapa orang tampak patah sayapnya saat terlalu dekat. Beberapa yang lainnya dengan jelas menolak datang saat mereka sungguh ingin terbang. Mereka tak pernah bilang itu karenaku. Tapi Kinara, aku takut malah jadi penghambat.

Kinara apa kabar?
Masihkah seterang terakhir kali kita bertemu. Kau tahu, aku takut tenggelam. Aku takut hilang.
Kinara, boleh ulurkan tanganmu?
Aku ingin sesekali ada yang menepukku, merangkul sejenak, atau mengacak rambutku.
Aah, belakangan aku terlalu emosional rasanya.

Kinara, mungkin aku harus lebih kuat lagi biar tak tertinggal. Biar tak menghambat, biar tak mengganggu. Kinara, apa aku perlu sedikit kembali, menjadi lebih pendiam misalnya? Apa itu membantu, Kinara?

Selamat malam, Kinara.
Sedikit ringan rasanya memikirkan bahwa aku tak sungguh sendiri.
Mengingat bahwa ada sepasang mata yang setia membaca tulisanku, mengingat ada sepasang telinga yang selalu mau mendengar hingga akhir kisah.

Selamat malam, Kinara...

Rabu, 18 September 2013

Prisoner

Kinara,
Ada sesuatu yang kosong disini.
Aku tahu sepertinya aku manja. Terlalu ingin keluar dengan cara-cara yang nyaman saja.

Kinara,
Harusnya perjalanan tak pernah seperti ini. Pejalannya pun tak akan semanja ini.

Kinara,
Padang ombak, kerlip pelangi, lautan cahaya. Semuanya cuma cerita sebelum kita menutup mata. Tapak yang kita lewati bukan jalan berlapis karpet merah. Seharusnya kita mengerti. Tidak! Seharusnya AKU mengerti.

Kinara,
Tongkat tegap di tengah buritan. Badai besar di lautan. Cuma tongkat itu satu cara kita bisa selamat. Kalau sudah sadar, ya tinggal bergerak cepat.

Kinara,
Aku menghela nafas lagi.
Terjebak dalam pikiran sendiri.
Jadi ayo ambil langkah mula untuk merdeka.

Kamis, 24 Januari 2013

Tirai Hujan

Malam ini angin berhembus lembut. Ada bisik kecik samar terdengar. Dengung namanya terselip di sela.
Duh...angin. dalam tenang malam ini tiba-tiba tergambar sketsa wajahnya. Kaupun semakin sayup bertiup.

Hujan turun rintik. Jarak pandangku semakin sempit. Tapi sejuk makin terasa menyelimuti. Setengah menyadarkanku tentang jarak dengannya.
Terhijab. Seperti tirai hujan. Aku di sisi sini, dan ia di seberangnya.
Berjarak. Tapi entah kenapa aku menikmati setiap detik yang menjaraki. Setiap lembar tirai yang menghijabi.

Ia tak usah tahu. Dan memang tak perlu tahu. Ia cukup berjalan di jalannya seperti biasanya. Dan aku di jalanku. Bahkan sekedar menoleh mencari kehadirannya pun aku ragu. Ini rasa yang bahagia kunikmati dalam syahdu. Mengukir diri untuk hari yang hanya Allah yang tahu.

Kadang ada rasa yang cukup disimpan rapi. Bukan karena tak berani atau takut patah hati. Ini caraku agar bisa melangkah dengan lebih pasti. Sampai waktu yang kan tiba nanti.

Jumat, 04 Januari 2013

Sankyuu... Uhibbuk Fillah bi Idznillah..

bismillah...
berkali-kali rasanya memang perlu berterima kasih.
Seseorang tiba-tiba mencoba masuk, bukannya tak sadar. tapi rasanya cukup menarik.

"saya butuh sahabat" gumamku berkali.
tempat ini luas. dengan segala hal yang begitu baru.

"seseorang yang lebih dari saya. tapi tak terlalu kaku agar saya nyaman dan mampu mendengar nasihatnya." doaku bermalam-malam.
tempatku gelap. dan aku tau di depan sana ada tempat yg lebih terang yang ingin kucapai.
bukan tujuan, hanya tempat transit pertama untuk bisa maju lebih lagi.

"orang yang sudah ada disana, dan bisa menarikku kesana"
ada banyak mimpi yang berseliweran di dalam sini. kadang ada waktu dimana ia perlu dibagi. tapi tak bisa pada sembarang nama. harus ia, entah siapa, seseorang yang telah lebih mengerti.

lalu Tuhan bermain, mungkin memang sejak awal. sebab aku tak percaya kebetulan, yang ada hanyalah garis Tuhan.
Ada yang datang, masuk dan melihat-lihat. "coba saja." Tantang satu sudut hati.
"semoga nyaman" batin sudut lainnya berharap.

ketar-ketir berdoa, "Allah... bukan menafikkan naunganmu, tapi kadang manusia butuh partner agar semakin tegap berjalan ke arahmu. seperti Musa dan Harun. seperti Muhammad dan Abu Bakr. maka izinkan satu sahabat bagiku di tempat ini. sungguh, aku ingin maju. aku ingin tegap."

lalu ia selesai dengan urusannya. apa yang ia ingin tahu mungkin terjawab sudah. sempat takut. andai ia cukup puas dan memutuskan berhenti. maka biarlah, suatu hari semua akan selesai. apa bedanya nanti dan hari ini.

lalu aku belajar bernafas dengan biasa. biar semua duga terasa fatamorgana.
tapi aku tahu. Tuhanku, Allahku begitu murah hatinya.

Ada sedikit harap yang tersudut. Tersimpan rapi biar tak ada yang merasa berat. Biar hanya aku dan Tuhanku yang tahu isinya.
Biar kita berjalan seperti biasa. Tanpa ada hutang rasa.