Tampilkan postingan dengan label Parent. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Parent. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Desember 2012

"Allah Tahu dan Sudah Mencatat Niat Kakak..."

"Ketika kita berusaha lebih dan tetap bersyukur atas apa yang terjadi, mungkin itulah yang dikatakan ikhlas."

Dulu....
Dulu sekali, saat itu aku berniat mengikuti sebuah acara. Entah tarhib ramadhan, konser kemanusiaan, aksi solidaritas, atau kegiatan lainnya semacam itu. Ada lebih dari dua orang anak kecil di rumah, dengan persiapan yang tentu saja memakan waktu lama. Membosankan, dan benar-benar menguji kesabaran.

Waktu persiapan yang lama, belum pula perjalanan yang panjang. Ini Jakarta. dengan tingkat kepadatan jalan yang benar-benar menyebalkan. Dan benar saja, begitu sampai disana, yang kudapat hanya penutupan. 
Kesal? Tentu saja. Sebal? Apalagi. Tangis? Sungguh, itu tak tertahankan. Meski enggan menyalahkan saudara sendiri, tapi rasa kesal itu benar-benar meluap tak terbendung. Aku terisak. Menahan perasaan agar tak keluar menjadi pertengkaran. Berulang kali meraung, sedih.

Abi mengangkatku, mendudukkanku di gendongannya. Berjalan perlahan sambil menuntun adikku yang lain dengan tangan satunya. Berulang kali aku menghapus air mata. Terlalu gengsi menangis di tempat setinggi itu. Lautan manusia mulai berbalik arah. Acaranya sudah selesai. Beberapa menoleh ke arahku yang masih tersedu di bahu abi. 

"Kakak turun." Ujar umi. Selalu terdengar seperti akan marah. Meski hendak menolak, tetap saja tak pernah bisa.
Abi menurunkanku perlahan. Aku berdiri di atas rumput. Masih sibuk menghapus airmata yang tak kunjung berhenti. Abi menepuk bahuku lembut, yang malah membuat airmata semakin deras mengalir.

"Kakak mau ikut. Kakak mau ikut.." Ujarku berulang kali sambil terisak. 

Minggu, 19 Februari 2012

Yang Beda dari Libur yang Lainnya


Selama liburan sebulan kemarin aku sedikit disibukan dengan kepindahan rumah. Bukan disibukan juga sih, mungkin lebih tepat dikatakan sebagai pengalaman yang cukup berarti.

Beberapa hari setelah datang ke rumah tiba-tiba Umi bilang kalau akhir bulan ini sudah harus pindah. Bingung, sedikit ga percaya, aku agak acuh. Ya, rasanya seperti ada orang yang bilang kalau ada tsunami padahal kita tinggal sangat jauh dari laut. Angin lalu. Dan anehnya sekeluarga pun tenang-tenang saja. Beberapa hari berlalu, aku tahu bahwa kabar itu benar.Tapi yah, mau bagaimana lagi? Bukankah hidup tetap harus berjalan? Umi tetap menjalankan aktivitas dakwahnya seperti biasa, begitupun Abi. Hanya saja, aku yang sudah terlanjur berjanji menemui teman di luar kota terpaksa batal. Masa iya aku yang anak pertama lantas pergi main padahal kondisi rumah lagi kurang stabil begini? Kalau Umi-Abi itu beda urusan, karena sejatinya setiap kader itu milik ummat bukan?

Delapan hari menjelang kepindahan, malam ini Umi mengajak aku dan adik laki-laki pertama aku datang ke calon rumah baru. Tidak terlalu jauh dari rumah saat ini, tapi cukup berkelok. Kata Umi, “Sayang grup pengajian yang sudah dibentuk disini kalau Umi pindah jauh bisa jadi balik lagi kaya dulu,” Jawabnya saat aku bertanya alasan Umi tetap bertahan dengan daerah disini.

Rabu, 19 Oktober 2011

Umi

Ini hari yang cukup berat awalnya. Ujian yang sama sekali ga ngerti, dan tidur yang cuma sebentar buat gue yang demen tidur ini. Berangkat ke ruang ujian yang aku pikirin adalah : "ntar tidur dulu ah sekitar setengah jam di kelas, baru udah gitu ngerjain soalnya." Dan durasi ujian yang gue kira 120 menit, ternyata cuma 90 menit. Ga ngaruh juga sih. Hhe.. *abaikan*

Begitu waktu tinggal 5 menit lagi gue keluar. Udah nge-blank mau ngerjain apa. Dan sambil nunggu temen sekontrakan buat pulang bareng, gue nyari posisi yang kira-kira enak buat tidur lima atau sepuluh menit lagi. Matanya bener-bener capek pagi ini. Selang sepuluh menit kemudian, temen gue itu bener-bener kelar ngerjain soal. Dengan mata setengah merem gue pulang, bus kampus belum keliatan. Karena satu dan lain hal (baca : ngirit) akhirnya kita jalan kaki. Gue masih setengah merem. Wangi kasur itu udah kebayang-bayang. Ngedadah-dadah. Berkilau. Huwaa... gue rindu kasur gue.

Tapi...
begitu gue keluar dari jalan alternatif kampus yang banyak pohon-pohonnya itu, tiba-tiba ada ibu-ibu nanya lokasi ke gue ama temen gue.

Ibu-ibu : Maaf dek, tau tempat ini ga? *sambil nunjukin kertas*
Temen gue : Oh, ibu lewat jalan ini aja *nunjukin jalan setapak yang barusan kita lewatin* nanti ada gedung warna biru, nah, gedung sebelahnya bu.
Ibu-ibu : makasih mbak. Itu masih jauh ga?
Kita : nggak kok bu. Nanti ibu naik lift aja, lantai 3 kalo di lift bu.
Ibu-ibu : wah, saya ga bisa naik lift mbak. Kalo tangga ada khan? saya mau naik tangga aja. *muka cemas* Tadi saya kesini juga katanya jauh, disuruh naik ojeg tapi saya ga biasa naik ojeg.
Kita : Ada kok bu. Ada. *mulai speechless*
Ibu-ibu : makasih mbak. makasih! *tiba-tiba kaya nangis*
Gue : eh?
Ibu-ibu : anak saya sakit mbak. ga bisa ikut ujian. *nahan nangis* makasih ya mbak.
Kita : iya bu *speechless*

terus itu ibu jalan, gue ama temen gue jalan lagi. Ngantuk gue tiba-tiba ilang. Tapi...
Akhirnya kita balik lagi, dan memutuskan buat nemenin itu ibu sampe ke tempat tujuannya. Di jalan si ibu bilang kalo ini kali pertama beliau ke kampus ini, jadi ga tau tempat-tempatnya. Makanya nanya-nanya.
Terus beliau cerita kalo anaknya udah sepuluh hari sakit. Hepatitis sepertinya. Jadi ga bisa ikut ujian, ibu itu dateng buat ngurusin izin ke dosen sepertinya. Si ibu cerita sambil nahan nangis. Untung ada temen gue, gue udah speechless dari awal denger si ibu nangis.

Begitu si ibu ketemu ama dosen yang mau ditemui, gue ama temen gue pamit pulang. Dan kali ini ada bis kampus. Lumayanlah, bisa rehat bentar ga mesti jalan di hari panas begini. Hahha..

Terus pas di bus, gue jadi mikir, kalo gue sakit pasti nyokap gue bakal nangis gitu juga kali ya. Sekarang pun, nyokap gue juga sering banget sms gue, dan gue jarang sms duluan. Sebenernya sih, bukan karena ga mau. Tapi, gue mau curhat apaan ya? Kalo curhat sakit atau capek. hal kaya gitu khan  malu kalo disampein ke orang tua. Hahha. Tapi, kalo selain itu? Masa gue curhat tentang temen? Kaya anak SD aja. Ga mungkin juga gue curhat masalah cowok. hahha.. Jadi, akhirnya gue ga bisa cerita apa-apa.
Oh iya, dan sekarang gue jadi kangen masakan nyokap gue,.
-,-a


Dan semoga, nanti gue bisa jadi ibu yang baik buat anak gue. Hahha... *abaikan*

Selasa, 09 Agustus 2011

Surat Bisu untuk Sang Perantara

tenanglah..
aku tak kan berjanji untuk sejenak
sebab aku memang tak sama
menapaki hari yang telah kupilin imaji
tak ada yang pahami

dan tataplah pelangi dengan cerah hati yang sebenarnya
jangan berpaling. jangan dengan harap hadir sesuatu
sebab waktu akan semakin lambat bagimu
dan hatimu akan semakin resah dalam penantian

tenanglah..
setetes air di tanah hutan gunung
tak kan lupa pada puncak yang mengenalkannya pada langit
tenanglah..
ikan salmon yang mengembara pasti kan kembali
tenanglah..
tetes air kecil itu juga mau jadi pelangi

tapi ia berbeda, dan tak mau jadi sama
ia bergulir perlahan, sendiri
hendak mencapai laut, agar mentari bisa menguapkannya
menjadi awan yang kan terbang ke langitmu lagi
dan jatuh sebagai hujan yang hadirkan pelangi

maka tenanglah,
aku tak berjanji untuk sejenak
aku tak bilang satuan waktu
tapi tenanglah, ia kan jadi pelangi
aku tak bilang begitu indah
sebab takut kau menunggu,
sebab takut tak sama dengan imajimu

tapi tenanglah,
aku tahu kau, bahkan sebelum kau berkata
tapi tak kan ada yang mengerti maksudku.
karena tak ada yang pernah jadi aku
tidak tetes air sesudahnya, atau sesudahnya lagi

maka tenanglah,
kumohon tenanglah.
tak ada yang tau caraku menangis.
tapi aku tahu kau, meski kau selalusumringah

maka tenanglah,
karena aku selalu ingin jadi pelangi
yang berbeda dari apa yang pernah ada

maka tenanglah,
sebab aku tak benarbenar berhenti
ada alasan yang sulit dikata.

maka tenanglah...
biar binarmu tetap terus ada..