"Ketika kita berusaha lebih dan tetap bersyukur atas apa yang terjadi, mungkin itulah yang dikatakan ikhlas."
Dulu....
Dulu sekali, saat itu aku berniat mengikuti sebuah acara. Entah tarhib ramadhan, konser kemanusiaan, aksi solidaritas, atau kegiatan lainnya semacam itu. Ada lebih dari dua orang anak kecil di rumah, dengan persiapan yang tentu saja memakan waktu lama. Membosankan, dan benar-benar menguji kesabaran.
Waktu persiapan yang lama, belum pula perjalanan yang panjang. Ini Jakarta. dengan tingkat kepadatan jalan yang benar-benar menyebalkan. Dan benar saja, begitu sampai disana, yang kudapat hanya penutupan.
Kesal? Tentu saja. Sebal? Apalagi. Tangis? Sungguh, itu tak tertahankan. Meski enggan menyalahkan saudara sendiri, tapi rasa kesal itu benar-benar meluap tak terbendung. Aku terisak. Menahan perasaan agar tak keluar menjadi pertengkaran. Berulang kali meraung, sedih.
Abi mengangkatku, mendudukkanku di gendongannya. Berjalan perlahan sambil menuntun adikku yang lain dengan tangan satunya. Berulang kali aku menghapus air mata. Terlalu gengsi menangis di tempat setinggi itu. Lautan manusia mulai berbalik arah. Acaranya sudah selesai. Beberapa menoleh ke arahku yang masih tersedu di bahu abi.
"Kakak turun." Ujar umi. Selalu terdengar seperti akan marah. Meski hendak menolak, tetap saja tak pernah bisa.
Abi menurunkanku perlahan. Aku berdiri di atas rumput. Masih sibuk menghapus airmata yang tak kunjung berhenti. Abi menepuk bahuku lembut, yang malah membuat airmata semakin deras mengalir.
"Kakak mau ikut. Kakak mau ikut.." Ujarku berulang kali sambil terisak.