Minggu, 29 Desember 2013

Rendang

Kadang, untuk mendapatkan sesuatu yang kita mau, kita mesti bertahan di tempat yang tak kita nyamani.

Hei, selamat sore Kinara. Percikan hujan sore ini seperti melarutkan sampah hati yang mengendap. Agak ringan rasanya..

Ini hari yang penuh, Kinar...
Akhir dari sesuatu, berarti mula bagi sesuatu yang lain. Tongkat estafet telah dipergilirkan. Tapi lomba ini bukan tentang siapa yang paling CEPAT mencapai finish. Tapi tentang seberapa JAUH pencapaiannya. Ini tentang kualitas kita, bukan sekedar kuantitas masa.

Hei, Kinar...
Aku percaya tentang garis takdir. Bahwa Allah membawa kita ke tempat yang terbaik menurutNYA. Melalui jalan yang paling tepat menurutNYA. Lalu, bukankah tak masalah jika sekali waktu kita diletakkan di tempat yang kita tak mau. Karena bukankah boleh jadi apa yang kita anggap baik belum tentu baik menurutNYA? Pun sebaliknya...

Tapi tak lantas ini pembenaran bagi kita untuk diam, dan menyerahkan "semuanya" pada yang lain. Ungkapkan dengan cara apapun yang kita mampu. Bicara. Kalau toh tak bisa dengan cara yang lainnya.
Setiap kita punya hak memilih kan? Kalau sudah memilih dengan baik, menyampaikan, dan hasilnya berbeda.... mungkin Allah tengah persiapkan sesuatu buat kita.

Hei Kinara, kamu tahu rendang?
Masakan olahan dari daging yang biasa di warung padang.
Coba tentukan siapa tokoh utamanya. Dagingnya atau rempahnya?

Mungkin akan ada satu waktu, kita menganggap daging adalah tokoh utamanya. Lalu kita bersiap, memilih, dan menyampaikan bahwa kita ingin menjadi daging dalam masakan rendang. Namun keputusannya kita menjadi rempah atau bumbu, lalu kenapa?
toh rendang tanpa rempah tak akan jadi rendang.
Bahkan meskipun, meskipun kita hanya sejumput garam, hal ini sungguh memiliki peran, sungguh membuat perbedaan.
Namun hanya bila, hanya bila kita memberikan yang terbaik dalam peran kita. Menjadi daging terbaik, rempah terbaik, bahkan garam terbaik yang pernah ada.

Kamis, 19 Desember 2013

Zeta

Pagi, Zeta.
Tampaknya hari selalu pagi ya bagimu. Aku menyadarinya dari caramu menghadapi segalanya sepanjang hari. Kamu memang bukannya tak pernah lelah, tapi bahkan caramu lelah malah membuatku semakin semangat.
Tak apa ya kau kusebut Zeta? Hanya sekedar harap agar kamu jadi pertama dan terakhir, seperti huruf A dan Z dalam abjad yang telah kita hafal sejak lama. Hahha..
Sisanya? Biar kita bariskan nanti saja. Kita isi penuh-penuh agar segalanya semakin bermakna.
Lagipula, nama itu sepertinya cocok untukmu yang selalu bersemangat. Yang seakan selalu memaknai akhir sebagai awal yang baru.
Hei,
Aku benar-benar tak tahu ingin bicara tentang apa.
Jadi, biar kukirim doa saja ya. Semoga harimu selalu pagi, semoga harimu tak pernah benar-benar malam.
Tetap berbakti dan semoga Allah menjaga kita dalam jalan ini. Dan semoga...suatu waktu kita bertemu lagi.

Selasa, 17 Desember 2013

Pulang

Ya, dan akhirnya aku sampai lagi disini. Tempat nyamanku. Setidaknya aku tahu, ketika hingar manusia telah tak sanggup lagi aku dengar, aku masih punya satu tempat dimana nafas kehidupan dapat menyegarkan lagi pikiran yang mulai panas.
Hai Kinara, apa kabarnya?
Lagi, tetap saja Kinara. Hahha..
Sejak ini mungkin aku akan kembali, Kinar. Sebab kembali tak sepenuhnya berarti mundur. Mungkin hanya kembali yang bisa buat tapak kita semakin tegap.
Aku akan agak merepotkan, Kinar.
tenang saja, tentang tangis dan segala hal-hal emosional, mungkin akan kucoba reduksi habis. Sekedarnya. Seperti campuran gula dalam sayur yang kita buat. Selebihnya, biar jadi milikku sendiri.
Hei, Kinar.
Ada satu masa yang lama, dimana aku ya hanya aku. Tanpa perlu peduli dengan sekitar. Lalu manusia, seperti layaknya memang seiring. Kemudian ada masa yang panjang, dimana aku selalu ingin melampaui yang lainnya. Berdiri beriringan paling tidak. Lalu ada sejenak waktu, dimana aku memutuskan 'berdamai' dengan beberapa hal.
Tapi mungkin, kerinduan memang tak cocok berdampingan denganku. Maka biarlah kulipat kerinduan itu dan hanyut bersama alir sungai.
Hei, Kinar...
Memang selalu. Pada dasarnya manusia hanya melihat hasil. Dan tak pernah sungguh mengerti di luar dirinya, meski telah berbusa kita bicara.
Maka, aku sepertinya akan kembali, Kinar... Mencipta dunia tempatku 'pulang'. Karena mungkin memang hanya itu caraku untuk lebih bisa tegak berdiri.
Yep. Selamat pagi, Kinar.
Terimakasih untuk segala waktunya...
(^ ▽^)

Selasa, 26 November 2013

I'm Home ...

Hei, Kinara...
Aku kembali, setelah perjalanan yang cukup melelahkan. Aku mencarimu, menunggumu. Tapi seperti biasanya, kamu memang bukan tipe yang akan datang lebih dulu.
Hahha, lagi-lagi aku yang mengalah. Bukan terhadapmu, tapi terhadap egoku yang terlampau tinggi.

Hei, Kinara.
Sepanjang hari aku bertanya tentang visi. Sejak terakhir kali kita membicarakannya, berminggu lalu. Bahkan mungkin kamupun sudah lupa.
Ternyata memang tidak bisa, Kinara. Kita punya definisi yang berbeda.
Mimpi mungkin telah jadi nafas hidupku, apapun bentuk dan definisinya. Bagaimanapun orang lain menganggapnya tak sesuai  bahkan salah. Aku memang tak bisa melepasnya, Kinar.... Aku hilang seiring dengan arah yang sempat kucoba ubah.

Aku terbiasa memilih, terbiasa menapaki jalan yang kumau dan kusuka. Meskipun yang lain tak melihatnya begitu. Aku selalu memilih, Kinara. Dan tak nyaman menjalani apa yang dipilihkan orang lain.
Aku memilih, Kinara... meski aku tak pernah tampak menolak, tapi sesungguhnya aku telah memilih sejak mula. Maaf jika terkadang aku tampak terlalu sombong. Aku hanya ingin tetap ada di jalur mimpiku. Mimpi yang mungkin lebih sederhana dari mimpimu. Tapi tak apa. Sebab ini aku.

Kinara, apa kabarnya?
kamu hanya perlu tahu bahwa aku tak pernah benar kecewa. Tak pernah sungguhan merasa marah.
Aku hanya lelah, sebab kadang kita bisa jenuh untuk memulai terlalu banyak. Untuk berharap terlalu tinggi. Tapi sampai kapanpun kamu akan selalu tampak luar biasa, dalam definisi yang mungkin hanya aku yang mengerti.

Tidak. Aku akan mulai belajar lagi untuk tak meminta. Sebab akan ada satu waktu dimana kita kan menerima, bahkan sebelum kita meminta. Yep! Aku hanya akan menunggu. Mengenal itu proses yang sangat lama, Kinar... bahkan meski kita telah satu ritme.

Sebab mungkin kita ini pelangi, meski kamu merah, dan aku ungu.

Kamis, 07 November 2013

Almost Midnight

Almost midnight.
Sinyal biasanya berdamai di saat-saat seperti ini. Hahha..

Hei, apa kabar lagi?
Malam ini lagi-lagi aku ketakutan. Entah karena sendiri, sepi, gelap, lelah, atau memang aku yg terlalu penakut. Malam seperti ini selalu mengantar rasa takut yang belum bisa kutemukan akarnya.

Lagi-lagi pikiran-pikiran aneh melintang-lintang di fikirku.
Dua suara bersahut-sahut. Pengang rasanya. Bersuara, atau mendengar. Pilihannya hanya itu. Aku tak suka yg kedua bila tengah sendiri.
Satu suara terus menyalahkan, yang lainnya memberi pembelaan. Keduanya sama tak menyenangkan. Harusnya aku menulis, semuanya lebih mudah saat aku masih menulis.

Ah, apa kabar?
Aku hanya tak ingin menyebut "Kinara" saat ini. Biar saja mereka berlari di jalurnya.
Malam ini rasanya aku malah berjalan ke arah menyerah. Menyeramkan rasanya. Hahha...
Baru kali ini aku merasa "maju" malah tampak jauh.
Sesuatu yang kugenggam nyaris lolos dari sela jari. Genggamanku malah semakin melemah rasanya. Ini konyol. Hahha...
Aku memang penakut sejak dulu, aku memang tak sekuat yang lain sejak lama. Tapi aku tak pernah merasa kehilangan mimpi seperti hari ini.

Aku memang sering sendiri. Tapi tak berarti aku benar2 sendiri. Entah bagaimana, aku selalu merasa ada yang menopangku, meski tak pernah yakin benar.
Tapi hari ini, entah bagaimana aku merasa tak butuh ditopang. Sebab hanya orang yang INGIN kuat yang butuh support.

Hahha,
Tiba-tiba...rasanya seperti kehilangan banyak, tp tak merasa kehilangan.

Menjadi orang biasa-biasa saja itu menyedihkan. Setidaknya itu pikirku.
lalu, apa kabar? Hari ini rasanya aku malah ingin menjadi orang biasa saja.

Jadi, selamat malam.
Semoga fajar cepat datang kembali...
(^-^)

Minggu, 03 November 2013

Apakah... erm... Mengganggu?

Selamat malam Kinara,
kali ini murni aku mau bercerita padamu. Ada hal yang mau kubagi, tapi tak kutemukan satu wajahpun yang terbayang untuk jadi pendengar. Maaf ya, Kinara. Lagi-lagi aku kembali saat tak ada lagi yang bisa kutemui. Hahha..
Cerita kali ini mungkin akan sangat random, Kinara. Jadi, lewati saja kalau kamu benar-benar terlampau sibuk untuk menyimak.

Oke, selamat malam Kinara.
Pagi ini, ada satu hal yang buatku tersentak. Tak ada yang salah memang. Yang bersangkutan pun kuyakin tak ada maksud membuatku tersentak.
Kinara, mungkin banyak hal yang mesti kuevaluasi yaa...
Ada banyak orang baik di sekitarku. Sangat banyak. Berkali aku bersyukur pengukir takdir menuntun garis takdirku ke tempat ini. Sangat bahagia Kinara. Aku merasa ada sayap putih perlahan tumbuh di punggungku, meski kecil, tapi setiap masa membuat ia tumbuh Kinara. Kau tahu kan bagaimana inginnya aku terbang?

Tapi Kinara, mungkinkah bahagia itu cuma aku yang rasa? Tak sekali, beberapa orang tampak patah sayapnya saat terlalu dekat. Beberapa yang lainnya dengan jelas menolak datang saat mereka sungguh ingin terbang. Mereka tak pernah bilang itu karenaku. Tapi Kinara, aku takut malah jadi penghambat.

Kinara apa kabar?
Masihkah seterang terakhir kali kita bertemu. Kau tahu, aku takut tenggelam. Aku takut hilang.
Kinara, boleh ulurkan tanganmu?
Aku ingin sesekali ada yang menepukku, merangkul sejenak, atau mengacak rambutku.
Aah, belakangan aku terlalu emosional rasanya.

Kinara, mungkin aku harus lebih kuat lagi biar tak tertinggal. Biar tak menghambat, biar tak mengganggu. Kinara, apa aku perlu sedikit kembali, menjadi lebih pendiam misalnya? Apa itu membantu, Kinara?

Selamat malam, Kinara.
Sedikit ringan rasanya memikirkan bahwa aku tak sungguh sendiri.
Mengingat bahwa ada sepasang mata yang setia membaca tulisanku, mengingat ada sepasang telinga yang selalu mau mendengar hingga akhir kisah.

Selamat malam, Kinara...

Kamis, 17 Oktober 2013

"Selamat Pagi, Malam.."

"Selamat Pagi, Malam..."
Akhir-akhir ini tanpa sadar berkali-kali kalimat tersebut terngiang di pikiranku.
Setiap itu pula ada buncah-buncah semangat kecil yang berlompatan dalam dada. Ada gugus-gugus harapan yang merangkai dirinya. Ada naga kecil yang berbahagia. Hahha...

Hal yang paling membahagiakan dalam hidup adalah berhenti sejenak dan menutup mata. Membayangkan bahwa ada sepasang sayap yang tumbuh di punggung. Gagah. Hahha.. Lalu dengan sayap tersebut belajar mengeja semesta. Mencari serpih potensi yang sempat terjatuh. Tapi terbang, dengan sayap putih atau hitam, selalu sempurna dilakukan pada malam hari. Ketika hingar kehidupan mulai meredup dan manusia mulai tenggelam dalam ruang mimpi. Yak! Selamat Pagi, Malam...

Malam selalu mengantarkan kesyahduan. Kebebasan. Sementara Pagi, ketika mentari mulai merekah. Ketika udara dicuci dan menyegarkan kembali. Melahirkan nafas baru. Harapan-harapan baru untuk hari yang baru membuka tirai. Langkah mula dalam 24 jam yang akan kita tapaki.
Jadi, Selamat Pagi, Malam... Sebuah kolaborasi tentang harapan, dan ketenangan.


Jumat, 04 Oktober 2013

Gua Naga

Ada anak naga menggeliat di tempatnya
Anak naga tumbuh besar, gua  lamanya sudah tak lagi muat
tapi pintu keluarnya masih belum ditemukan
Tenanglah... tidurlah anak naga
Semoga besok gua mu sudah lebih besar

Senin, 23 September 2013

A Wedding and Somethink

Hai Kinara,
Hari ini sauh kita terlempar jauh. Kita memgarungi samudera. Memenuhi undangan seorang putri dan pestanya.

Kinara,
Kau tahu kan, seperti perjalanan selayaknya, seringkali hal itu tak mudah. Ya, seperti perjalanan kita hari ini.

Kinara,
Kita memandang sesuatu mungkin dalam bentuk yang sama sekali berbeda. Tapi aku sungguh menikmatinya.
Bagaimana aku terbiasa "menelan" lahar naga. Sementara kamu "menyiramnya". Bahkan seringkali aku lupa kalo lahar naga mesti dan bisa disiram. Atau paling tidak buat naganya nyaman biar dia tidak menumpahkan laharnya lagi. Hahha...

Ada banyak hal yang bermain dalam benak kita, Kinara.
Tentang batasan. Tentang tembok-tembok yang buat kita terdiam. Hanya bermain sampai luas tertentu kotaknya. Tak ada manusia yang tak punya batas, Kinara. Tidak ada. Bahkan meski ia telah menemukan batasannya dan membuangnya. Akan muncul batasan baru. Dan baru lagi. Begitu seterusnya.
Tapi apa lantas kita berhenti, Kinara?
Tidak. Kita sudah berjanji untuk tak berhenti kan?
Tidak. Karena saat satu batasan terbuang, dan muncul batasan baru, itu artinya wilayah bermain kita telah meluas sedikit lagi.

Kita punya batasan, Kinara.
Kita hanya tak punya alasan untuk berhenti membuangnya. Atau memanfaatkannya.

Lalu tentang perjalanan kita?
Beda seperti kau, aku tak pernah tahu cara membuat orang lain membuang batasannya.
Aku hanya bicara pada mereka yang siap mendengarku, Kinara.
Tentang hal itu, sungguh kamu yang lebih tahu.

Jumat, 20 September 2013

Evolution

Kinara, semester ini aku terlalu bersemangat.
Kau tahu, dalam evolusi, bagian tubuh yang sering digunakan akan mengalami penyempurnaan dan semakin matang. Sedang bagian lain yang jarang digunakan akan mengalami disuse, tak terpakai, bahkan hilang.

Tapi aku bukan mau cerita tentang kuliah evolusi,  Kinara...
Aku mau cerita tentang kita. Tentang jalan yang telah kita pilih untuk tapaki.

Kinara apa kabarnya?
semoga tak bosan dengan celotehku yang lebih banyak ampasnya. Hahha...

Kinara,
Di setiap tempat selalu ada seleksi alam kan ?
Kita mempertahankan diri agar kita tak hilang.
seperti evolusi, jika penggiat jalan ini diumpamakan seperti satu spesies yang tengah berevolusi, dan kita adalah satu bagian tubuh dari spesies tersebut, maka seharusnya kita bahagia saat sering "dimanfaatkan". Bukankah itu artinya Allah tengah "menyempurnakan" kita?
sebab saat kita berhenti, dan terlalu lama berhenti. Sejatinya kita tengah menghitung mundur waktu hilangnya kita.

Awake

Kinara apa kabarnya?
Doakan saja agar pilihan ini tak akan kusesali suatu hari nanti.
Kita selalu percaya bahwa Allah telah persiapkan hampir segalanya buat kita.

Selama ini mungkin kita terlalu terpaku pada bahwa "kita mampu", Tapi terkadang Allah punya rencana lain yang jauh lebih luar biasa. Ia letakkan kita pada arena yang justru karena "kita tak mampu".

Kinara,
Hari ini aku menyadari bahwa Allah menjatuhkan air dari langit setetes demi setetes. Bagaimana kalau hujan langsung sebanyak samudra, atau danau, atau kolam, atau bak mandi di rumah yang kalau penuh pun tak cukup buat mandi satu keluarga? Bagaimana kalau hujan langsung sebesar itu? Seperti paket dari pegawai jasa pengiriman. Tadaaa! Kiriman dari tuhan, sebuah samudra!

Kinara,
Mungkinkah Allah tengah menurunkan hujan dalam hidupku? Agar aku mengumpulkan tiap tetesnya dan membangun sebuah samudra? Entah untuk siapa. Aku atau yang lainnya.
Mungkin tetesan yang kubawa masih jauh dari cukup. Atau Allah sedang membimbingku ke tukang jahit karena kantung penampung hujanku yang soak?

Kinara,
Malam ini aku menyadari. Bahwa ketika kita jatuh dan remuk. Yang diperlukan adalah menjauh sejenak dari padatnya hingar manusia. Berdialog sejenak dengan diri dan Yang Menitipkan Peran Hidup.
Bahwa saat kita merasa butuh dukungan, tak berarti bentuknya harus pujian. Meski bukan berarti makian. Tapi beberapa patah kata dari hati yang dapat menyentil hati lainnya. Meski tak selalu harus sederet fakta.

Kinara,
Hari ini aku menyadari, bahwa kalimat yang sama bisa dirasakan berbeda ketika yang bicara pun tak sama. Bahkan kalimat yang sangat baik pun bisa melukai telinga ketika tak disampaikan dengan melibatkan hati.

Rabu, 18 September 2013

Quote (3) : doa

Mungkin saya butuh doa kamu agar pilihan apapun yang saya buat, tak akan pernah saya sesali.

**Dan sedikit genggaman tangan atau rangkulan di bahu, sepertinya akan banyak membantu.**

Prisoner

Kinara,
Ada sesuatu yang kosong disini.
Aku tahu sepertinya aku manja. Terlalu ingin keluar dengan cara-cara yang nyaman saja.

Kinara,
Harusnya perjalanan tak pernah seperti ini. Pejalannya pun tak akan semanja ini.

Kinara,
Padang ombak, kerlip pelangi, lautan cahaya. Semuanya cuma cerita sebelum kita menutup mata. Tapak yang kita lewati bukan jalan berlapis karpet merah. Seharusnya kita mengerti. Tidak! Seharusnya AKU mengerti.

Kinara,
Tongkat tegap di tengah buritan. Badai besar di lautan. Cuma tongkat itu satu cara kita bisa selamat. Kalau sudah sadar, ya tinggal bergerak cepat.

Kinara,
Aku menghela nafas lagi.
Terjebak dalam pikiran sendiri.
Jadi ayo ambil langkah mula untuk merdeka.

Kamis, 29 Agustus 2013

"Kita Tak Pernah Berhenti, Kinara"

Kinara,
apa kabarnya?
Kadang aku bersyukur tentang kita yang satu atap. Banyak hal yang sangat berbeda dengan kita. Tapi itu yang buatku kerap kali bersyukur.

Kau tahu kan?
Aku tak pernah membiar ombak berdebur hingga bibir pantai. Kau yang membantuku menyusun batunya. Mencipta barikade. Meski terkadang satu dua batu kecil terlempar oleh pasang gelombang.

Kau juga tahu kan?
Ada tirai yang sudah enggan kutarik ke atas hingga waktu yang tepat tiba. Kau juga yang menyimpan tuas penariknya. Bukan karena hal menyeramkan di balik tirai itu. tapi karena kita tahu, hal indah terlalu percuma bila diintip sebelum waktunya.

Kau juga tahu...
Ada satu warna di kotak cat warnaku yang tak berani kugunakan. Bahkan kau yang merekatkan segelnya. Bukan karena warna yang kotor, justru karena hasilnya akan terlalu indah jika warna itu ditorehkan. Sementara kita belum sanggup benar menatap hasilnya.

Kau ingat saat satu dari taman kita terbakar karena api?
Apinya terlalu besar untuk kita padamkan hanya dengan percik air. Tapi tetap saja kita lakukan. Meski saat itu kita tahu hanya akan percuma. Setidaknya pada akhirnya ada satu sudut taman yang tetap utuh. Dan kini mulai tumbuh mengisi seluruh taman yang tadinya terbakar.

Kita tak pernah berhenti, Kinara.
dan kita tak akan menyentuh yang belum waktunya disentuh.
kita tak pernah berhenti, Kinara.
Sampai kapanpun terhadap apa yang pernah kita sepakati bersama.

Aku tak pernah berhenti, Kinara.
Meski terkadang aku ingin. Sangat ingin.
aku tak pernah berhenti, Kinara.
sebab hadirmu, dan daftar kesepakatan kita buatku terlalu malu untuk berhenti.

-Kirana-
.:dalam balut senja dan ingin mengangkasa yang belum waktunya:.

Senin, 26 Agustus 2013

Sayap-Sayap Matahari

Kita sayap-sayap matahari. Yang seharusnya terbang dengan gagahnya. Membelah angkasa, menuntaskan cita. Ada masa memang, dimana titik kelam mencoba mengganggu kemilaunya. Tapi kita... Tetap saja sayap matahari. Yang tertiup angin senja hari, menarikan cita langit.

Kita sayap matahari. Serpih kecil dari angin kehidupan. Tapi tak berarti kita suci. Kita sayap matahari, yang tak henti diuji. Berulang kali. Lagi dan lagi. Hingga saat ujian itu telah lelah menguji. Ia coba mengganggu lewat jalur yang (katanya) dibutuhkan serpih itu. Hingga kemilaunya memudar, menghilang. Sampai ia tak lebih dari sayap biasa. Gugur, dan meranggas perlahan.

Kita sayap-sayap matahari. Menyadari itu dan saling menopang, hingga cita yang kita bawa mampu terbang. Kembali ke angkasa. Kepada Sang Penitip Misi. Kita sayap matahari. Maka mari mengembangkan sayap, perlebar jangkauan. Hingga tak ada celah bagi sang pengganggu untuk masuk dan membuat kita meranggas.

Selasa, 13 Agustus 2013

Untuk Apa Hidup?

"Untuk apa aku ada?" Gumamku malam itu.

Anak kecil berlarian di pekarangan ibukota. Tak peduli meski ratusan mobil hilir mudik tanpa jeda. Seakan seluruh lahan ibukota adalah pekarangan rumahnya.

Sejenak aku melangitkan pandang. Teringat orang-orang yang bak raja duduk di singgasananya. Seakan dunia berputar karena dirinya. Mengeluarkan titah, yang biasa kita dengar sebagai "kebijakan".

Mobil yang kutumpangi masih terus berjalan. Mataku tertambat ke sebuah plang yayasan. Teringat sekumpulan orang dengan idealisme melangit. Dengan program segudang. Waktunya telah didedikasikan untuk berbakti, bagi masyarakat. Katanya. Dengan jas almamater dan argumen cerdas, juga senyum penuh wibawa.

Aku telah sampai di rumah. Rak-rak berjajar, buku-buku berbaris rapi di dalamnya. Terbayang wajah seseorang. Dengan buku, visinya terwariskan, jutaan orang berlomba menyusun citanya. Visinya melampaui batas negara. Mereka bilang, seorang mujaddid akan datang per 100 tahun.

Bayi kecil di rumah telah tertidur. Ia lahir dengan cerita luar biasa. Dibanding usianya, pendengarannya masih jua belum sempurna benar. Jadi apa dia 30 tahun dari sekarang?

Cermin seukuran tubuh tergantung di dinding. Seakan menantang, "berapa umurmu? Untuk apa kamu ada?"

Setiap orang lahir dengan pesan hidupnya. Untuk apa, untuk siapa? Tak pernah ada yang tertakdir menjadi sia-sia. Tapi tak pernah ada yang mau hidup dalam batas.

Lalu... perlahan aku menggumam, "apa takdirku? Seluas apa lahan pahala yang bisa kugarap"
Lirih berharap, "kumohon Allah... luaskan lahannya, kuatkan diriku. Jangan persempit... jangan persempit... sesungguhnya segala kekuatan berasal dàri-Mu, segala takdir ada di tangan-Mu. Jangan persempit... jangan persempit... dan jadikan aku orang yang mampu"

Senin, 05 Agustus 2013

Untuk Senja

Hai senja!
masih saja mengukir rindu. Lama tak singgah sejenak dari keramaian hari. Besok aku akan berhenti sesaat. Mengistirahatkan punggung yang lelah menopang tubuh selama satu bulan penuh.

Hahha... kau tahu kan senja, kita selalu berbincang lewat diam. Tertawa dengan apa yang berputar di kepala. Saling berbalas. Seperti ada mesin telepati yang kau tanam di dalam kepalaku.

Kau juga tahu satu bulan kemarin sinyal kita melemah. Aku terlalu lelah untuk menguatkan sinyalnya. Pun ketika kita bersisian. Seringkali aku tak sadar saat itu kau sangat indah. Ah tidak! Kau tak pernah tidak indah.

Ohya, titip salam untuk penciptamu yang begitu agung. Sampaikan syukurku karena telah menciptakanmu dengan begitu mempesona.

Apa kabar senja?
Besok kita berjumpa ya di tempat yang lain. Semoga saja aku tidak tertidur karena lelah. Atau terlalu sibuk mengurai rindu dengan mereka yang akan kutemui esok.

Besok aku akan melihatmu di tempat yang lain. Bukan di lapangan luas seperti tempat biasa kita bertemu. Bukan di atas motor dan beradu dengan kecepatan untuk bisa mengabadikanmu. Tapi di tempat lain yang aku pun baru akan besok kesana. Oke, selamat berjumpa. Semoga hujan tidak turun senja esok.
:)

Jumat, 26 Juli 2013

Sesederhana Ego

Husnudzon. Katanya ini hal paling memdasar dalam sesuatu yang kita sebut "ukhuwah".
Tapi, hal yang paling mendasar justru bisa jadi hal yang paling sulit dilakukan. Mungkin karena itu pula hal tersebut menjadi dasar.

"Undzur maa qoola, wa laa tandzur man qoola"
Ini hal yang lain lagi.
"Lihat apa yg dikatakan, bukan lihat siapa yang mengatakan"
Terdengar sederhana. Tapi sesederhana itukah?

Manusia itu terlahir egois. Tak perlu ditepis kalau memang tak mampu. Kenapa tak coba saja jadi oportunis?
Kalau husnudzon dirasa berat, bukannya suudzon pun membuat pepat? Buat apa habiskan energi buat sesuatu yang hasilnya nol, bahkan minus bisa jadi. Rugi saja.

Buang saja semua wajah yang bicara. Saring biar hanya terdengar suaranya. Buat apa memenuhi memori dengan data berat?
Atau tak peduli siapa, anggap saja semua suara datang dari orang yang baru dikenal satu menit lalu. Pembicaraan jangan sampai berujung rugi. Meski satu, temukan saja kalimat berguna. Kalau tak ada, buat saja. Simpulkan sendiri yang mau kamu simpulkan.

Aah manusia...
Seringkali terjebak memori masa lalu. Milik sendiri, dan seringkali milik orang lain pula.

Minggu, 14 Juli 2013

Cerita Kita

Ceritakan padaku bagaimana rasa pertama kali menyapa
Saat gurat senja terlihat keemasan
Memantulkan jerih cerita lelahmu hingga petang
Ada gelombang cerita menyapa kita dalam diam
Saling memandang lewat pantul kaca mobil bahkan jendela rumah tetangga
Sesekali membuang pandang saat tersergap mata yang meletupkan asa

Kita menikmati masa dimana diam adalah cara berbicara
Kita menikmati masa dimana alam terkikik menyaksi tingkah kita
Sampai tiba dimana sesuatu seperti berkata : "ini masanya!"
Lalu ada ketuk lembut yang seakan menggedor rasa
Hati porak-poranda melebihi gempa di Banda
Menunggu bagaimana pintamu dijawab oleh penghuni syurga kecilku yang lama

Ada berjuta cerita yang akan kuceritakan perlahan setiap harinya
Namun berjuta cerita pula kutunggu darimu meski mungkin kau sulit bicara tentang rasa

Selasa, 09 Juli 2013

Seorang Pemenang

Berkali-kali terucap, tertulis. Mensugesti diri saat suara luar tak lagi tepat mengena.

Ukhti....
انت اخيار مما تفكرين
"Kamu lebih baik dari apa yang kamu kira"

Tulis besar-besar. Gemakan dalam hati. Kamu jatuh, kamu bangkit adalah pilihan kamu sendiri.
Mungkin saat ini lagi-lagi ada tabir yang jatuh. Kamu sendiri yang menjatuhkannya. Tak mengizinkan suara terdengar kecuali dari orang yang mau kamu dengar, dengan cara yang mau kamu terima.

Bagaimana bisa mereka yang mau mengulurkan tangan dapat sampai padamu jika kamu sendiri memutuskan untuk tak melihatnya, untuk tak menyadarinya? Lalu apakah kamu merasa ada hak untuk menyalahkan banyak orang yang (bagimu tampak) telah abai?

انت اخيار مما تفكرين
Batas itu kamu yang ciptakan.
Mungkin kamu bukan orang yang terpilih untuk menang di tujuan yang kamu mau. Tapi tak berarti kamu kalah, tak berarti kamu gagal. Suatu hari, saat seluruh tabir telah tersingkap. Saat seluruh peluh telah luruh. Saat seluruh sendi telah layak jadi saksi. Saat tapakmu telah terlalu banyak mengembara. Saat itu... lihat sendiri apa yang telah bisa kamu buat. Apa yang telah kamu ciptakan. Apa yang telah kamu ukir. Hidup tak pernah jadi sia-sia meski kamu bukan "tertakdir".

Cita selalu punya cara membimbingmu ke arahnya. Duka, air mata, rasa kalah dan lelah adalah bumbu yang buat ceritanya jadi lebih indah. Saat sabar tak lagi bisa jadi kekuatan, maka tak perlu memaksa diri melakukannya. Lari saja! Dan nikmati segala ceritanya. Tersenyumlah, dan syukuri asinnya air mata. Bayangkan bahwa laut telah ruah dalam dirimu.
Saat ada orang yang lebih mampu dari kamu, tak perlu merasa ragu, tak perlu juga merasa kalah. Nikmati, pelajari, dan jadikan dia sahabat dalam menapaki mimpi. Mungkin ia dikirimkan Allah untuk memberitahumu apa yang perlu kamu lakukan, apa yang bisa kamu kerjakan.

Cita selalu punya cara membimbingmu ke arahnya.
Kamu selalu LEBIH BAIK dari apa yang kamu kira. Lebih bisa. Lebih berpotensi.

Hanya perlu tarik nafas sejenak saat lagi-lagi terjatuh. Dan hitung sendiri apa yang masih kamu punya, dan kenali sendiri siapa dirimu sebenarnya.
Setiap pemenang selalu punya ambisi. Dan setiap ambisi selalu punya cara membuatmu sulit bernafas. Tapi yang lebih dari sekedar pemenang, selalu mampu menemukan bagaimana menikmati ceritanya, bagaimana mengukir senyuman.

Maka berjuanglah!
Untuk tetap tegak meski sesekali kamu merasa patah.
Maka berjuanglah!
Untuk tetap tersenyum meski adakalanya hatimu banjir oleh duka.
Maka berjuanglah!
Untuk selalu menjaga citamu tetap utuh. Tetap tergambar dengan nyata di pelupuk matamu. Tetap tergenggam dengan erat di telapak tanganmu.

Sebab Allah mencintaimu, dengan cara yang bahkan mengiranya pun  kamu tak mampu.
انت اخيار مما تفكرين
Kamu lebih baik dari apa yang kamu kira!!

Senin, 08 Juli 2013

Story of Feel

Rasa punya cara menunjukkan rupa
Seperti anak manusia yang menarik jari
Melukis garis imaji antara dua titik berseri
Tabur gemintang di malam hari

Rasa punya cara menunjukkan rupa
Seperti berkas dedaunan di tengah hutan
Memberi mata kebebasan,
Menafsirkan setiap bayang yang berjatuhan

Rasa punya cara menunjukkan rupa
Seperti tarian api lilin kala malam gulita
Juga seperti jemari yang berpilin
Semarakkan remang ruangan

Rasa punya cara menunjukkan rupa
Seperti tangga nada yang kita ciptakan tanpa suara
Seperti resonansi yang kita pancarkan sembunyi-sembunyi
Seperti frekuensi yang kita tahu telah satu harmoni

Rasa punya cara menunjukkan rupa
Tak perlu dicari, tak perlu dibuka
Sebab saat semua momentum telah bersatu,
Tak ada lagi yang bisa menahan waktu

Senin, 01 Juli 2013

Plant in the bottle

Udah pernah denger jin dalam botol?

Nah, kalo ini yang ada di dalam botol bukan jin. Tapi tanaman. Sama-sama makhluk hidup sih.. hahha..
Botolnya ada yang kecil, ada yang besar. Ukuran tanamannya ngikutin ukuran botolnya.Dan karena ini ada dalam botol steril, ga perlu repot-repot buat nyiram tiap hari donk..
Bisa jadi hiasan, souvenir nikah, souvenir seminar, hadiah, atau gantungan kunci juga..

Unik dan cantik..
Kalo berminat boleh hubungi 085693483913 (sms atau whatssap only)

Minggu, 23 Juni 2013

Penyaksi Cinta

Aku menyaksikan cinta
Jatuh landas tak jauh dari arah mata
Terdiam dengan isyarat yang meminta

Aku menyaksikan cinta
Dalam bentuknya yang berbeda
Meminta diri tumbuh lebih tinggi lagi
Merayu rindu untuk semakin bersemi

Aku menyaksikan cinta
Dalam ragam peluh dan semangat membara
Dalam lengan yang saling bersilang dan baris massa

Aku menyaksikan cinta
Dalam cita nurani yang tak hanya untuk diri sendiri
Dalam salam dan pekik takbir yang meninggi

Aku menyaksikan cinta
Dan jatuh dalam rindu di lingkarannya
Dalam euforia mengembangkan potensi

Rangkai Simfoni Senja

Apa kabarnya mentari senja?
Waahh... lama ya kita tak bersua
Mungkin kita bukan pelangi dengan banyak warna cerah berseri
Kita alam senja hari

Ya, kita alam senja hari
Ada awan putih yang tampak begitu lembut
Lalu semburat jingga pada langit di satu sisi
Sementara di sisi lain langit masih tetap biru
Agak melempar pandang ada bayang memanjang

Warna kita tak seragam cerah seperti pelangi
Kita kaya. Ada warna pekat juga muda

Ohya, apa kabarnya senandung alam senja ini?
Senja selalu punya cara untuk dirindu.
Jadi, kapan kita lengkap sempurna?
Merangkai simfoni untuk pergantian masa

Jumat, 14 Juni 2013

More Than Just One Puzzle

Ada seekor burung dalam sangkar emas. Sendiri saja. Tak seberapa membosankan memang. Seringkali mnyenangkan malah. Saat itu ada kebebasan bermimpi tanpa henti, berimajinasi tanpa tepi. Ada percakapan sederhana yang tiba. Bersahut-sahut sesuka hati. Sesuai yang ia anggap menyenangkan.

Tapi, seindah-indahnya sangkar emas, tetap saja ia sangkar. Lalu kebosanan mulai singgah. Mengulurkan tangan dan menggoda untuk berkelana.
"Ada banyak suara di luar sana. Tak hanya yang kau ciptakan dan menyenangkan. Mau coba dengar?"

Sang burung tergoda. Ia bukan tak tahu cara membuka sangkarnya. Ia hanya tak mau. Jadi, saat itu ia rasa memang sudah waktunya ia mesti keluar. Setengah bersemangat ia mengepakkan sayapnya ke alam. Membebaskan dirinya. Mencari bentuk nyata dari imajinya.

Deru angin menjadi penyambut pertamanya. Menghempasnya langsung ke arah yang ia tak tahu. Burung itu tetap terbang. Berusaha gagah dan tak mau hilang muka. Ia bukan burung yang sangat kuat. Ia tahu. Ia hanya tak mau terlihat lemah.

Lama ia menantang angin hingga lelah. Ia melempar pandang. Ada sungai yang jernih di bawah sana. Jadi ia turun. Tak dinyana sungai berarus kencang. Hanya sedikit yang bisa ia cicip. Burung terbang lagi..

Lama ia teringat tujuan awalnya. Ia ingin mncari bentuk nyata dari suara yang menemaninya. Ia ingin bicara dengan sesuatu yang nyata. Jadi ia menyisir hutan. Mengajak bicara setiap hewan yang ia temui. Tentang semuanya.
Tapi jawabannya selalu sama : mereka tak paham.

Sang burung merasa tertolak. Ragu ia berharap agar setidaknya ada satu saja yang mampu paham kata-katanya.

Sang burung terus mengarungi hutan. Meski sesekali kembali ke sangkar emasnya. Hingga suatu hari ia menemukan satu yang paham sedikit ucapannya. Dan tak paham sisanya.
Lalu satu lagi dan satu lagi. Mereka semua hanya paham sedikit. Tak lebih. Tak pernah sepenuhnya.

Burung itu mulai belajar bahwa tak harus ada yang paham seluruhnya. Tak apa setiap mereka hanya paham sedikit hal yang berbeda. Karena kini si burung paham ia telah mendapat lebih dari apa yang ia minta.

Ia menemukan Burung Hantu yang bisa ia temui saat malam, tapi tidak saat siang. Ia menemukan Bangau yang begitu indah merefleksikan cinta, tapi tidak untuk perkasa. Ia menemukan Singa yang begitu berwibawa di atas tanah, tapi tidak di air. Ia menemukan Merak yang begitu menawan, tapi tak terbang.

Sang Burung telah menemukan segalanya dalam bagian yang terpisah. Ia menemukan banyak potongan yang saat dirangkai, ia menyadari bahwa ia mendapat lebih dari satu. Ia mendapat lebih dari yang ia minta.

-Belajar merangkai cerita menjadi syukur tak terkira-

Minggu, 09 Juni 2013

Antara Kata, Arah, dan Rasa

Ajarkan aku mengeja
Hingga kata Cinta,
Terbaca sebagai Engkau

Tunjukkan aku kemana mengalir
Hingga kutemukanMu sebagai hilir

Hadirkan bagiku tetes hujan
Hingga cahayaMu menjelma
Jadi pelangi di langit hati

Selasa, 21 Mei 2013

Waiting

Ada bunga yang hampir layu
Ada nyala yang hampir padam

Apa kabar wajah ceria yang lama redup
Maaf atas sua yang mulai menjarang
Maaf atas sapa yang mulai kurang

Kamu bagaimana?
Semoga baris katamu cepat kembali

Ada doa yang terkirim untukmu
Khusus untukmu
Setiap malam. Saat mentari ganti rembulan
Meski kemasannya tak sesuai yang kamu mau

Kamu apa kabarnya?
Semoga cercah ceria cepat bersinar lagi

Karena ternyata tak nyaman menjarak dalam diam begitu lama

Rabu, 15 Mei 2013

Di Balik Kaca

Berwaktu lalu, gue pernah memutuskan buat "berhenti dewasa" dan "keep thinking like a child".
Kenapa? Sementara banyak orang ingin cepat dewasa gue malah nahan langkah gue tetep di tempat.
Sebenernya alasan gue ga ribet. Gue cuma mau tetep "bahagia". Gue pengen tetep bisa nikmatin hidup. Gue pengen bahagia dengan alasan yang ga perlu banyak, gue pengen bisa ketawa cuma karena hal yang sangat sangat sangat sederhana.
Ciap burung, semilir angin, matahari sore, pecahan butir hujan di atas tanah. Gue pengen bisa bahagia karena itu semua. 
Gue ngeliat anak kecil itu sederhana. Mereka ribut, nangis, marah. Tapi sedetik kemudian mereka bisa ketawa terpingkal-pingkal. Mereka bisa kesel, ngadu, berantem, tapi sedetik kemudian mereka bisa bantu orang yang bikin mereka kesel. Mereka bisa dengan ringannya jalan di atas pagar tinggi, jatuh ke tanah, tapi menganggap mereka terbang. Mereka melihat tumpahan oli di genangan air, tapi yang mereka anggap, itu potongan pelangi yang jatuh ke bumi.

Saat itu, gue ngeliat orang yang beranjak dewasa justru sebaliknya. Seringkali tak bahagia, dan menularkan rasa itu ke sekitarnya. Menyimpan lama suatu hal dan sulit bahagia karena hal sederhana. Terlalu banyak berfikir dan mempertimbangkan sesuatu. Tapi sedikit sekali tersenyum tulus dan membangun dunianya sendiri.

Tapi lantas. Ada waktu dimana gue pernah berdoa supaya jadi kuat. Lalu banyak hal datang. Dinding kekanakan yang gue bangun, pelangi-pelangi kaca yang gue lukis di sekitarnya mulai luntur. Langit yang tak sebiru di taman fantasi mulai tampak. Tapi ternyata, selama ini gue terlalu banyak melihat tanah dan tak menyadari dinding yang semakin luntur itu. Hingga saat gue menarik nafas, pelangi kaca telah hilang, dan yang ada hanyalah langit yang kelam, juga cermin besar di hadapan. Tapi orang di depan cermin itu benar-benar ga gue kenali. Tampangnya terlalu menyebalkan. Gue acuh. Tapi saat gue menoleh untuk kedua kalinya, gue sadar. Hey! ITU GUE!

Jadi, ayo kita reset ulang semuanya! Bukan berarti gue mesti berhenti. Tapi kotak fantasi gue yang harus gue perkecil. Sebesar kotak harta di pojok kamar saat kecil dulu. Simpan semua hal berharga dan yang menjadi cerita antara gue dan diri gue di dalamnya. Lalu bungkus, dan hias secantik mungkin.
Kita buat kotak baru. Tak terlalu besar hingga mampu mengisolasi gue dari dunia fakta. Tapi juga tak terlalu kecil agar sekali waktu gue bisa menenggelamkan diri ke dalamnya. Mengukir sedikit fantasi agar setidaknya bisa menghadapi yang lain dengan hati penuh. Kemudian gue bisa menatap langit lagi dengan tegak.

Sebab gue, ga akan kalah dari apapun!
Jadi cepat kembali, dan bersinar lagi!

Kamis, 09 Mei 2013

[random post] "Gue Salah"

"Allahumma inni a'udzubika minal 'ajzi wal kasal, wa a'udzubika minal jubni wal bukhl, wa a'udzubika min gholabatiddayni wa qohri rijaal"

Sebenernya gue sadar sesadar-sadarnya kalo ada yang salah sama gue. Sadar banget. Tapi gue pura-pura ga tau. Gue pengen ada orang yang nanya, "Lu kenapa?". Tapi jarang banget ada yang nanya. Terus dulu pernah ada yang bilang kalo orang ga akan paham kalo kita ga ngomong, dan gue sadar kalo gue itu susah buat dipahami. Jadi gue belajar buat bilang hal yang gue pengen orang paham tentang gue. Tapi ternyata, gue masih salah. Hahha...

Kadang gue mikir kalo sebenernya gue ga butuh orang lain. Tapi gue ga suka kalo ada yang salah paham sama gue. Tapi ternyata gue masih salah. Hahha... Salah gue adalah gue ga bisa ngomong secara lugas. Gue tahu banget. Dan gue pun bukannya ga usaha buat ngomong lugas. Tapi usaha gue sepertinya nol. Ketika gue  coba ngomong lugas, hasilnya berantakan, tata bahasa gue kacau. Kaya postingan ini. Ketika gue coba ngomong dengan lebih rapi, orang ga paham maksud gue, kaya beberapa postingan gue sebelum ini. Oke, gue masih salah. Hahha...

Terus kemarin gue memaksakan orang buat paham gue. Gue juga tahu itu salah. Tapi entah kenapa gue ngerasa gue lagi butuh orang buat denger otak random gue. Kemarin gue ngerasa kesalahan gue banyak banget. Dan gue ga sanggup buat denger diri gue terus nyalah-nyalahin gue. Otak gue terus bilang kalo gue salah, dan kalo gue bilang itu pake mulut gue sendiri, sumpah, gue takut. Jadi yang keluar selalu hal yang beda dari yang gue maksud. Gue nyalahin orang, nyalahin keadaan. Dan gue ga sadar kalo gue nyalahin itu semua. Gue pengen nanya, tapi gue ga nemu ada kalimat pertanyaan di otak gue. Jadi gue ceritain kondisinya. Gue harap orang bisa paham yang gue butuh kalo gue ceritain kondisinya. Dan disini, gue salah lagi. Oh my... tahu ga, rasanya gue pengen masuk kelas yang bisa ngasih tahu gue caranya ngomong. Atau ada alat otomatis yang bisa memvisualkan apa yang gue pikirin, apa yang gue maksud.

Tahun ini, orang-orang di sekitar gue punya karakter yang keras. Dan gue selama ini ga pernah dikerasin. Wait, gue bukan mau ngeluh ini. Gue cuma mau bilang kalo ada sedikit perasaan senang karena gue ngerasa ini hal baru. Gue nangis dan kadang gue kesel. Tapi di sisi lain gue seneng, karena itu artinya gue dikasih hal baru yang mesti gue hadapi. Mungkin di masa depan gue bakal ketemu orang yang jauh lebih keras dari sekarang, dan Allah nyiapin gue lewat orang-orang yang sekarang ada di sekitar gue. Jadi, gue mesti bisa ngadepin orang-orang ini, mesti bisa ngeliat matanya, dan mesti bisa santai ketemu mereka. Gue tahu. 

Terus gue pengen cerita ke orang tentang hal itu. Tapi gue bingung. Ga mungkin kan gue bilang, "Ya Ampuun.. Tadi ada orang galak sama gue terus gue takut sampe deg-degan dan pengen nangis lho...!! Dan gue seneng banget!!" dengan intonasi kaya orang bilang, "Ya Ampuun.. lu tau ga? tau ga? Gue menang undian ke Singapore!!!" ditambah mata berbinar-binar dan lonjak-lonjak. 
Kalo gue bertingkah begitu, kemungkinan pertama, orang bakal ngira gue becanda. Kemungkinan kedua, orang bakal ngira gue stress akut sampe nyaris gila.
Nyatanya : Gue emang seneng dengan masalah baru, tapi ga mungkin kan gue curhat dengan bahagia? Itu aneh.
Terus gue pengen nanya apa? Cara ngehadapin orang itu? Terus gue mesti bilang, "kalo orang galak, gue mesti gimana?" Kaya pertanyaan anak SD. Dan gue sendiri pun udah tau jawabannya. Jadi gue mikir, buat apa gue nanya? Toh jawaban orang lain seringkali klise. Hampir selalu malah.

Terus (lagi) kemarin ada orang yang (akhirnya) bilang sama gue dengan jujurnya setelah ngediemin gue lama. Gue lupa apa persisnya, tapi yang gue tangkep adalah dia bilang kalo gue jangan terlalu sering ngeluh, dia bosen karena intensitas curhat gue yang ketinggian, bahasa gue kalo cerita bikin dia bingung, dan entah apalagi. Dan mungkin yang gue tangkep beda sama yang dia maksud. Gue nangis dua hari karena tiga hal: 
Pertama karena yang dia omongin bener. Karena kalo orang ngomong hal yang ga gue anggap bener gue bakal acuh dan bodo amat. Tapi karena yang dia omongin bener dan yang dia omongin adalah hal yang selama ini gue tepis, jadi gue nangis. Tapi ga masalah, dan harusnya gue bilang "Makasih"
Kedua, karena ternyata gue belum maju juga. Hal kaya gini itu bukan pertama kalinya gue rasain. Jadi kalo gue ngerasain lagi, artinya gue belum ada kemajuan.
Ketiga, karena entah dasar apa gue ngerasa gue ga boleh cerita lagi sama orang itu. Dan gue tahu gue salah tentang alesan ketiga. Tapi tetep aja gue nangis.

Terus gue kepikiran doa yang tadi gue tulis di atas. Gue salah, ya gue salah. Karena beberapa waktu kemarin itu cerita sama orang sama sekali ga bikin perasaan gue lega. Malah makin bertumpuk. Harusnya gue sadar lebih cepet kalo yang gue butuh itu bukan telinga manusia buat denger gue. Ketika gue bilang gue sanggup sendiri, maksud gue bukan diri gue sendiri. Tapi gue punya Dzat yang Paling Keren sejagat raya yang selalu mampu ngasih gue energi. Yang selalu mampu negakkin punggung gue lagi. Yang selalu mampu ngasih gue jawaban. Toh sebelum gue deket sama orang, Dia selalu ngasih gue jawaban dengan cara-cara yang juga bikin gue terhibur.
Jadi, gue mikir kalo gue ga butuh orang lain...
Dan jujur, gue ga tahu pikiran gue ini bener atau ga.

Tapi, senggaknya, akhirnya gue bisa bilang kalo "Gue Salah." It's more comfortable ternyata kalo gue bilang gue salah ke diri sendiri atau tulisan. Karena dia ga akan bersuara dan bilang, "Iya Nath, lu emang salah!" Kata "emang" itu kadangkala ngeselin. Hahha...

Oke, cukup postingan random dan egoisnya. Hahha 
Semoga saya jadi semakin ringan dan bisa bergerak cepat setelah ini. 
^^

Senin, 06 Mei 2013

Make Your Choice



Pilihan akan datang, dengan atau tanpa kita memilih

Saat kita tak mampu memilih, maka orang lain yang akan memilihkan untuk kita. Saat kita terlalu takut untuk memutuskan, maka orang lain yang akan memutuskan. Saat kita terlalu nyaman untuk berhenti, maka orang lain yang akan menghentikan. Semuanya sederhana. 

Saat zona nyaman terlalu lama membalut hari-hari kita. Hingga sadar ataupun tidak kita terlaru larut di dalamnya. Seperti garam dan air. Hingga meskipun sadar, tapi kadang terlalu masa bodoh. Berpura-pura seakan tak ada yang salah. Berpura-pura tidak tahu. Maka orang lain yang akan memaksa kita untuk berhenti.

Sebab tanpa sadar memang itulah yang kita harap-harapkan jauh dalam hati. Hanya terlalu cemas untuk mengakui. Saat kita ingin berhenti dari langkah yang lama. Tapi terlalu takut untuk berhenti dengan kaki sendiri. Tuhan punya cara lain untuk menjawab doa. Orang lain mungkin tak tahu, tapi Tuhan tahu, dan tak ragu untuk menjawabnya. Sebab mungkin Ia tahu bahwa itu yang baik untuk kita.

Saat kita terlalu takut keluar dari zona nyaman kita, maka dengan cara-Nya, melalui perantara orang lain, Ia akan mengeluarkan kita dari sana. Demi kita sendiri, untuk kebaikan yang kita pun tahu. Hanya saja, kadangkala caranya membuat kita sedikit mengeluh. 

Jadi, tenanglah... Ia hanya menjawab apa yang kita butuh.
Jadi, tenanglah... sebab sesungguhnya kita telah siap untuk maju.
Jadi, tenanglah... sebab Tuhan kita tak pernah berlalu.
Jadi, tenanglah... berhenti mengeluh, lalu percepat langkahmu.
Jadi, tenanglah... dan tetap tersenyum, karena sesungguhnya Ia tahu kita mampu.



Jumat, 26 April 2013

Langit Malam, Apa Kabar?

Langit malam apa kabarnya?
Ada sepotong cerita yang masih menunggu
Ada berjuta part-part kisah yang menumpuk
Aku rindu saat kita bercengkrama
Berdiam diri dalam balutan angin malam
Berkata tanpa suara

Langit malam apa kabarnya?
Ada cerita-cerita yang menunggu untuk disampaikan
Ada banyak lagu buat kita nyanyikan
Aku masih menunggu
Saat hembus anginmu tak seberapa deras
Saat gemintang mulai perlahan terlihat

Langit malam apa kabarnya?
Saat aku bilang "rindu"
Tak berarti waktu telah lama mencipta jarak antara kita
Ada sesuatu yang bukan raga lama tertidur dalam dirimu
Binar-binar jenaka, dan sapa sederhana
Mungkin sesuatu semacam itu

Langit malam apa kabarnya?
Melihatmu berhenti bertiup, seringkali terasa janggal
Melihat semilir derasmu, seringkali ingin mengulurkan tangan
Aku suka caramu hidup, meski kadang tampak melelahkan.
Tapibinarmu menguat saat kau bergerak.

Jadi,
Langit malam apa kabarnya?
Selamat bergerak dan menikmati ceritamu
Lain kali, saat semilirmu tak begitu deras..
Aku menunggu... ada cerita yang mau kubagi.
Tapi, nanti saja

Kamis, 11 April 2013

Unggas Kecil dan Metamorfosa Bintang

Kali ini aku mau cerita tentang orang yang selalu aku lihat sebagai bintang. Mereka mengerjap. Sejak lama, seakan memang terlahir untuk jadi bintang. Sinarnya saat ini memang kecil jika dibandingkan cahaya yang aku lihat akan lahir dari mereka bertahun-tahun lagi dari sekarang. 

Entah kenapa aku selalu percaya bahwa orang lain mampu untuk menjadi seseorang yang luar biasa. Mereka punya "cahaya" dalam dirinya yang menunggu untuk terluapkan. Mereka "bintang kecil", yang bertahun lagi dari saat ini akan bermetamorfosa jadi "matahari".

Mereka itu orang-orang yang terlihat bersinar di mata kecilku. Seakan dunia meng-amin-i setiap tapaknya. Orang yang mampu mengatur banyak hal. Bersinar perlahan dan semakin terang setiap harinya. Tapaknya semakin tinggi setiap harinya. Mungkin jika suatu hari mereka muncul di tempat yang "jauh" pun, bukan hal yang mustahil.

Kadang, ada saat dimana aku merasa jadi unggas kecil. Terbang perlahan untuk menyapa langit. Semakin tinggi mendekati langit. Tapi langkahku pelan. Atau mungkin aku yang tak menyadari bahwa aku juga punya potensi?

Kadang, ada saat dimana aku merasa mampu melakukan segala hal sendiri. Unggas kecil itu merasa, semakin kuat ia mengepakkan sayapnya, akan semakin tinggi jarak terbangnya. Akan semakin dekat ia dengan langit. Semakin dekat ia dengan bintang kecil, dengan matahari. 

Tapi, di saat yang sama ada perasaan yang terselap. Memblokir segala optimis yang unggas kecil bangun. Tak semua hal mampu ia lakukan. Tak mesti ia harus mampu melakukan segalanya. Lalu unggas kecil itu belajar menutup mata. Bertanya pada dirinya, apa yang paling mampu ia lakukan?
Ada memang. Barang satu atau dua. Hal sederhana. Tapi unggas kecil merasa tak akan cukup untuk mengimbagi bintang kecil. "Masih jauh", batinnya.

Matahari itu tegap, tegas, dan bersinar. Ada kalanya unggas kecil itu juga ingin menjadi matahari. Tegap, tegas, dan bersinar. Juga dapat diandalkan. Unggas kecil itu seringkali hanya ingin mampu berguna buat sebanyak-banyaknya makhluk yang bisa ia temui. Tapi unggas kecil mungkin tak pernah mengungkapnya, atau kalaupun pernah hanya kepada dirinya sendiri. Unggas kecil ingin terbang, tinggi....sekali. Juga cepat. Agar ia bisa melihat banyak hal dan datang dengan sigap. Tapi itu hanya dalam ruang batinnya. "Masih jauh," batinnya lagi.

Ada kalanya unggas kecil merasa bingung. Ia hanya ingin membantu, tapi tak pernah tepat sasaran. Beberapa bilang unggas kecil terlalu baik, terlalu berlebihan. Ya, unggas kecil memang belum sematang bintang kecil dalam membaca situasi. Jadi, berkali ia menahan diri dan mengambil waktu untuk mengamati, lalu berjalan perlahan. Seperti anak kecil yang belajar berlari. Ia tahu langkahnya lambat. Dan pada saat itu mungkin bintang kecil sudah semakin bersinar, metamorfosanya semakin mendekati akhir.

Ada hal yang unggas kecil khawatirkan. Bintang kecil yang berubah jadi matahari dan unggas kecil masih tak kunjung terbang tinggi. Ada hal yang tak kan mampu ia lakukan dari tempat yang rendah, karena itu unggas kecil ingin terbang tinggi. Tinggi....sekali. Hingga ia mampu melihat apa yang tak terlihat dari bawah.

Ada hal yang unggas kecil khawatirkan. Bintang kecil berubah jadi matahari dan unggas kecil masih berada di bumi. Lalu bumi berputar, malam datang, dan unggas kecil kehilangan matahari yang tengah memberi di sisi lain bumi. Unggas kecil ingin terbang jauh. Jauh...sekali. Hingga jarak tak lagi jadi pembatas.

Unggas kecil hanya ingin mampu memberi sebanyaknya. Meski kadang ia tak tahu seberapa banyak yang mesti diberi. Unggas kecil hanya ingin mampu memberi sebanyaknya. Meski kadang ia tak tahu bagaimana caranya. Unggas kecil hanya ingin mampu memberi sebanyaknya. Meski kadang ia tak tahu apa yang ia punya.

Kadang, unggas kecil ingin jadi matahari. Tapi berkali ia tahu diri, ia bukan bintang. Meski berkali pula ia tak peduli. Ia mau jadi matahari. Tapi ia tak tahu sinar macam apa yang bisa ia berikan pada bumi kalau ia jadi matahari. Unggas kecil mau tumbuh, mau berkembang, mau bersinar. Tapi ia butuh sesuatu...yang tak pernah bisa ia katakan. Jadi, diam-diam ia mencarinya sendiri. Meski berkali pula ia ragu. Mampukah?

Rabu, 27 Maret 2013

Untuk Tuhan

Tuhanku yang baik, terima kasih telah selalu mendengar doaku, terima kasih telah selalu mendengar ceritaku.
Beberapa hari kemarin semua terasa menumpuk, mungkin akan ada tulang bahu yang patah kalau Engkau tak ada menguatkanku. Mungkin akan ada mata yang buta karena terlalu kerap menangis kalau Kau tak setia menemani.

Untuk Tuhan yang baik...
Kemarin entah kenapa terasa begitu pepat. Segala hal terasa menyesakkan. Ada sesuatu yang melesak-lesak. Orang bilang, itu namanya "jenuh". Tapi anehnya aku justru merasa terhibur dengan undangan rapat atau syuro yang datang. Meskipun di lain waktu ingin juga waktu menikmati kuliner atau melihat langit. Entah memang karena jenuh atau intensitas pertemuan kita yang menjarang.

Tuhanku yang baik,
Terimakasih untuk selalu menegurku dengan teguran yang halus. Meski kemarin terasa berat, meski kemarin banyak hal yang terasa menumpuk. Tapi aku hanya ingin percaya kalau semuanya telah Engkau angkat sebagian.

Tuhanku yang baik, 
terimakasih untuk tak menghukumku atas prasangka yang bertubi sebab lelah kemarin. Terimakasih untuk memanggilku dan tak pernah berhenti memberitahu apa yang seharusnya kulakukan. Terimakasih untuk selalu meneteskan ketenangan meski mataku juga kerap kali menitikkan airmata.

Tuhanku yang baik,
terimakasih untuk selalu memberiku pencerahan saat aku hampir mencapai jalan buntu. Saat manusia hampir hilang dari jarak pandangku. Saat aku hampir lelah merasa sendiri.

Tuhanku yang baik,
terimakasih untuk selalu mengabulkan doaku. Aku tahu bab tentang ini masih juga datang lagi. Tapi ada yang berbeda, kali ini banyak hal yang buat senyumku makin melebar. Meski tak pula terasa seringan dulu. Banyak hal yang buatku semakin nyaman, meski sekelilingku tak seramai dulu. Banyak yang buat perasaanku semakin tenang, meski ada tuntutan yang lebih banyak dari sebelumnya.

Terimakasih untuk selalu mengiringi tiap tapakku dan tak pernah pergi. Terimakasih untuk membiarkanku sadar tanpa menghukum dengan keras.
Sebab aku cinta, meski masih tak sekuat yang lainnya. Sebab aku ingin, dan akan melukis jalan yang kutempuh ini dengan indah, biar cintaku makin menyenangkan. Biar cintaku bisa setinggi yang lainnya juga. Meski bertahap.


Senin, 25 Maret 2013

quote (2) : Meteor

Mungkin kita hanya muncul di saat yang kurang tepat
Seperti meteor yang jatuh tengah hari di langit

Jumat, 08 Maret 2013

quote (1) : Kamu

Kalau aku diberi banyak waktu untuk menyusun cerita. Maka kamu akan menempati banyak porsi dalam kisahnya.

.: Deket Lab BIO 1, Senggang waktu setelah laporan beres.

Kisah Berudu dan Daratan

hari ini berudu itu mulai punya kaki, tapi ekornya juga masih ada. ia mulai mencoba naik ke daratan.

"panas" katanya. tanah terpapar matahari langsung. tapi ia telah jenuh berenang seraya menelan air bertong-tong selama hidupnya yang panjang.

"ini pilihanku" gumam berudu. kakinya hampir melepuh. sendinya pegal. ini pertama kali ia menapak tanah. kodok lain sudah ringan melompat, menarikan pesta meminta hujan. tapi berudu baru, belumlah jadi katak. ia masih tertatah, menguatkan tapak, memperkokoh sendi.

ada saat, dimana berudu kecil senang bermain dalam air. tempat lahirnya. tempat nyamannya. tapi berudu kecil tak mau selamanya diam dalam nyamannya. andai ia punya sayap, tentu dibelahnya angkasa. tapi berudu kecil tahu ia harus tahu diri, belum lagi menapak bumi, bagaimana cerita membelah langit? jadi, yang ia tahu hanya bagaimana ia bisa memijak tanah dulu, mengokohkan kaki. baru setelah itu --andailah mungkin-- ia kuatkan lengannya, mengepak. dan seperti citanya, membelah angkasa.

ada masa, dimana berudu kecil menggeliat. jenuh, lelah, dan bingung. tapi katak di sekitarnya melompat dengan giat. berkoak dengan lantang. kadang, ia terlalu bingung untuk berbagi. yang ia tahu, katak lain bisa. maka bukan tak mungkin ia pun bisa. hanya saja, ada yang berudu kecil tak tahu : 'katak lain pernah bertanya'.
berudu kecil hanya tahu katak lain telah mampu. dan ia pun pasti mampu. tapi ia tak tahu cara bertanya. jadi ia diam, melihat dari kejauhan dan mempelajari yang bisa ia pahami. satu satu. langkahnya mungkin kecil. lompatannya mungkin tak tinggi. berudu kecil pun tahu ia lambat. bahkan tak jarang ia kesal, bosan dengan pandang yang tak kunjung melebar. tapi memaksa melompat tinggi tanpa bekal? berudu kecil tahu bahwa itu bunuh diri. belum lagi kakinya kuat sempurna.

tapi setidaknya, entah bagaimana, berudu kecil tahu ada yang melihatnya dari jauh. membantunya saat ia jatuh. mensyukuri setiap inchi pertambahan lompatannya.mendengarnya saat berudu kecil berdengung sendiri. dan terkadang, memberitahunya saat berudu kecil menemui jalan buntu.

berudu kecil tahu ia tak sendiri. maka setidaknya, ia pun berniat untuk tak berhenti.

Kamis, 07 Maret 2013

MTQ IPB 2013


Akhirnya bisa ikut event ini. Event MHQ tingkat IPB yang cuma diadain dua tahun sekali. Setengah nyesel sebenernya kenapa baru ikut tahun ini. Kenapa ga dari tingkat satu kemarin waktu memori masih seger-segernya. Kaya roti, "fresh from the oven" gitu. Dan akhirnya tahun ini setengah nekat ngedaftarin diri jugaaa... ^^

Tapi cacatnya, meskipun udah niat ikutan ngafalin sekarang itu ternyata ga semudah tiga tahun yang lalu. Udah beberapa hari muraja'ah satu juz aja ga beres-beres. Dan akhirnya, setengah labil-labil mau mundur, karena sampe H-3 jam masih juga belum beres, mau ga mau maju juga. Ngebut muraja'ah pas lagi pembukaan. Dan segala hal yang ga dipersiapkan matang itu emang hasilnya ga akan maksimal, dan ya emang gitu... tetep aja tahun ini ga lolos ke nasional.
Tapi okelah... setidaknya semoga ini bisa jadi mood buster buat muraja'ah lagi terus lanjut hafalan.
^^

Bismillah!

Rabu, 06 Maret 2013

Diam

Hari ini aku memimpikan pelangi
berkasnya lebur dalam pandangmu

Hari ini aku memimpikan hujan
retihnya lebur dalam katamu

Hari ini aku memimpikan api
baranya lebur dalam kisahmu

Kadang kita tak perlu berbincang dalam banyak kata
Ada masa aku hanya ingin melihatmu dan menunggu
membiarkan masing dari kita menikmati aliran waktu
membiarkan masing dari kita larut satu dengan lainnya

Rabu, 27 Februari 2013

Kuat Tak Berarti Sendiri

Sempat terfikir bahwa orang lain cukup tahu hasilnya. Dan biar Allah yang tahu prosesnya. Sempat terfikir, manusia cukup tahu apa yang mereka lihat, dan di belakang atau di dalamnya, biar hanya rahasia. Sempat terfikir, orang lain hanya perlu tahu kita sampai. Entah lebih dulu, tepat waktu, atau terlambat. Mereka tak perlu tahu tentang jalan pintas yang ditemukan, tentang jurang yang menghadang, atau sekedar luka yang didapat karena terjatuh. Orang lain cukup tahu bahwa kita telah sampai, tanpa perlu tahu apa yang telah lewat.

Tapi lantas, ternyata perlu juga, berbagi sedikit tentang apa yang melambatkan langkah. Tapi lantas, ternyata perlu juga, mencari orang lain untuk memegang lilin di jalan panjang yang berkabut ini.

Sesekali memang akan ada persimpangan yang hadir. Ada saat dimana perlu seseorang untuk bertanya "mesti kemana?", meskipun pilihan akhir ada di tangan kita sendiri. Kadang ada saatnya dimana ada kubangan yang muncul entah darimana, lalu kita jatuh, terseok, dan kotor. Ada saatnya orang lain juga perlu tahu kalau kita butuh uluran tangan. 

Hari ini aku belajar bahwa kuat tak berarti tulang rusukmu harus tegak. Bahwa kuat tak berarti matamu menatap matahari tengah hari tanpa berkedip. Bahwa kuat tak berarti menepis semua yang datang dan senantiasa berjalan lurus ke depan. Bahwa kuat tak berarti kamu mampu bernafas dalam air. Bahwa kuat tak berarti kamu harus melesak ke tanah, lalu muncul lagi tanpa bantuan siapapun.

Jalan ini memang kita yang memilih sendiri. Entah kita yang memilih sejak awal, entah orang lain yang memilihkan, tetap saja saat tapak pertama kita di jalan ini menjejak, itu artinya kita memilih untuk melewatinya. Kadang pasti muncul ranting tak terduga asalnya, atau gas airmata, atau bahkan buaya dengan moncong menganga. Lalu kenapa? Sejak kita memutuskan untuk melangkah itu artinya kita memutuskan untuk menghadapi semuanya. Bukan berarti kamu harus selalu tampak kuat dimanapun. Tapi ada saatnya. Ya, ada saatnya kamu boleh meluapkan semuanya. Dengan caramu sendiri. Di tempat kamu sendiri. Atau kepada seseorang yang sanggup untuk menerima luapanmu. Sebut saja semuanya "Ruang Cerita", entah ruang dengar seseorang, entah suatu tempat pribadimu. Luapkan semuanya di Ruang Ceritamu... Setelah itu, pulihkan semuanya!
Keluar dari Ruang Ceritamu dengan punggung lebih tegap. Dengan senyum lebih terkembang, Dengan kata yang lebih tertata. Keluar dari Ruang Ceritamu sebagai "Kamu yang Biasanya", sebagai "Kamu yang Sempurna".

Sebab perjuangan itu butuh kekuatan. Dan kekuatanmu tak hanya berasal dari kamu. Jangan terlalu lama berjuang sendiri. Bangunan yang ditopang satu tiang akan lebih cepat runtuh dari bangunan yang memiliki banyak tiang.

Orang lain juga butuh tahu apa yang terjadi dalam perjalananmu. Mungkin mereka bisa mengangkatmu dari lumpur hisap yang menarikmu ke dalam bumi. Atau mereka bisa datang dan mengusir singa yang mengintaimu. Sebab kamu bukan satu-satunya manusia yang berjuang di tempat ini. Maka tegakkan kepalamu dan kembangkan senyummu!

Selasa, 26 Februari 2013

Sejenak Saja

Malam ini langit mengajakku bicara dalam sepi. Lewat desir yang hanya aku yang dengar.

Hari ini Tuhan memberiku satu batu untuk kususun jadi tangga.

Hari ini waktu memberiku ruang, untuk sejenak menghela napas. Untuk sejenak menikmati sepi. Untuk sejenak kembali...ke dunia nyamanku lagi.

Gula-Gula Kapas

Kadang aku membutuhkanmu seperti gula-gula kapas.
Hanya waktu-waktu singkat yang biasa saja.

Kadang aku menunggumu seperti anak sekolah yang menunggu kembang api.
Hanya sejenak saja.

Kadang aku melihatmu seperti matahari.
Hingga keluh segan menjelma jadi kata.

Minggu, 17 Februari 2013

Anak Senja

Apa kabar malam?
Masihkah seperti waktu silam?
Menaungi dan melindungi dari mimpi
Yang kadang datang tanpa basa-basi

Hari ini anak senja terlelap
Dengan simfoninya yang tak redam
Mengalun lembut dan semakin sayup
Namun tak pernah terlihat redup

Malam, jaga anak senja
Setelah sehari bermain bersama surya
Biar lusa ia tetap bersuka
Dan berbagi ceria ke tempat lainnya

Malam, kutitip anak senja
Biar ia mengarungi samudra
Lalu kuuntai tangga doa
Biar tak hilang satu sisi angkasa
Yang kerap dipandang bersama

Senin, 04 Februari 2013

Prasangka

Hey, apa kabar langit malam?
Ada gemintang berkelip riang
Sesekali mengerjap nakal

Hey, apa kabar lembayung?
Menggaris lempang sepanjang pandang

Ada rasa yang tiba-tiba terselap
Ada duga yang mulai mengendap
Ada ragu yang mulai tergagap

Apa kabar mentari subuh hari?
Semoga bersama fajar yang menyingsing
Semua bimbang mendadak terbang

Sabtu, 02 Februari 2013

32 hours

Bismillah...
Ini perjalanan yang luar biasa bagi saya dengan beragam cerita yang juga penuh makna.
.
Apa kabarnya langit Jakarta?
Lama kita tak bersua. Bahkan hingga saat tulisan ini terdokumentasi pun kita juga masih tak jua bersua. Semoga kian surut banjir yang melanda.
.
Hey, ini perjalanan panjang pertama yang kulewati. Pertama kali pula bermalam di kereta, menyambangi provinsi yang dengan polosnya pernah kuberi garis panjang : Depok - Jawa Timur, sekian centi meter. Jauhkah? Sampaikah suatu hari tanah itu kutapaki?
.
Bromo. Melihat matahari dari atas awan. Menikmati bertemu pencipta di atas karyanya nan agung. Laut di atas langit.
Sesuatu yang rasanya begitu jauh. Dan kini... tapakku ada disana, meski mungkin telah terlibas angin pasir yang tak henti menyapu.
.
Hari ini aku semakin percaya bahwa mimpi dapat menjadi kekuatan. Dapat menjadi kenyataan. Beriring doa yang dipilin dengan harap sepenuh hati. Diimbangi usaha yang buat kita selalu siap menyambut kesempatan dengan tangan terbuka.
.
Posting pertama untuk perjalanan kita : Taufiq. Hariz. Hasan. Basit. Dwika. Ifa. Aulia. Putu. Nita. Ina. Nada.
Bimasakti : Sebelas Pengejar Matahari

Kamis, 24 Januari 2013

Tirai Hujan

Malam ini angin berhembus lembut. Ada bisik kecik samar terdengar. Dengung namanya terselip di sela.
Duh...angin. dalam tenang malam ini tiba-tiba tergambar sketsa wajahnya. Kaupun semakin sayup bertiup.

Hujan turun rintik. Jarak pandangku semakin sempit. Tapi sejuk makin terasa menyelimuti. Setengah menyadarkanku tentang jarak dengannya.
Terhijab. Seperti tirai hujan. Aku di sisi sini, dan ia di seberangnya.
Berjarak. Tapi entah kenapa aku menikmati setiap detik yang menjaraki. Setiap lembar tirai yang menghijabi.

Ia tak usah tahu. Dan memang tak perlu tahu. Ia cukup berjalan di jalannya seperti biasanya. Dan aku di jalanku. Bahkan sekedar menoleh mencari kehadirannya pun aku ragu. Ini rasa yang bahagia kunikmati dalam syahdu. Mengukir diri untuk hari yang hanya Allah yang tahu.

Kadang ada rasa yang cukup disimpan rapi. Bukan karena tak berani atau takut patah hati. Ini caraku agar bisa melangkah dengan lebih pasti. Sampai waktu yang kan tiba nanti.

Senin, 21 Januari 2013

Kereta Langit

Di suatu tempat awan putih bergulung
Suara harpa peri bergerincing
Di suatu tempat kereta langit terbang
Melesat di ketinggian pandang

Tak ada malaikat
Hanya insan yang penuh niat
Bumi harus hilang pekat
Menebar cahaya, meski pepat kerap melekat

Netralisir

Semoga Allah lekas menghapus semua luka dan prasangka yang muncul tiba-tiba

Lagi-lagi merasa begitu berjarak. Saya tahu jalan yang kita tempuh ini sama. Hanya saja rasanya terlalu jauh jarak yang ada antara kita. Kamu jauh di depan, sementara aku tertinggal di sini.

Berkali aku belajar buat lupa. Tak peduli. Meski ragu bagaimana bisa kita setimbang.
Lalu diam, melihatmu. Aku tahu belum mampu aku buat mendengar ceritamu. Aku tahu jarak kita lebar. Aku tahu belum mampu aku memberi saran. Aku tahu aku tak paham, belum sampai pada tahap pikirmu.

Takut...
Mungkin inginku terlalu sulit.
Takut...
Semua berakhir sama seperti sebelumnya. Kamu jauh....

Aku tahu, seharusnya aku hanya tinggal menegakkan kaki, meluruskan punggung, memantapkan pandang, menguatkan hati, menajamkan fikir. Aku tahu. Tapi bahkan untuk itu saja seperti yg pernah kau bilang, "bahkan sulit".

Biarlah...
Meski rasanya ingin hilang. Meski rasanya ingin mencari tenang. Meski rasanya...aku tahu kita jauh.

Aku juga mau maju. Aku juga mau sampai kesana. Aku juga mau semakin paham.
Maaf kalau langkahku tak secepat kamu. Maaf kalau sayapku tak selebar kamu. Maaf kalau ucapku tak sekuat kamu.

Allah...
Semoga setiap luka dan prasangka yang sempat hadir bisa kikis.

Ya Allah...
Semoga bisa semakin kuat. Bisa semakin cepat.

Sabtu, 12 Januari 2013

One Step Closer

"One step closer to the edge"
Buat penggemar Linkin Park mungkin tahu sepotong kalimat yang aku tulis barusan.
Hahha...
Aku bukan penggemar LP banget banget sebenernya, lagu itu juga ga tau kelanjutan atau teks lengkapnya apa.
Oke, tapi bukan itu yang mau dibahas.

Dulu, pernah ada yang bilang ke aku,
"seringkali kita berhenti justru saat kita tinggal selangkah lagi menuju jalan keluarnya. Selangkah lagi menuju puncak keberhasilan kita"

Masa depan itu adalah hal yang paling gelap. Bahkan dari langit malam sekalipun. Dan mimpi adalah cahaya yang meneranginya.
Tapi tetap saja, jalan di depan sana siapa yang tahu. Antara kita dan akhir cita ada tabir pekat, yang ga akan bisa disibak kecuali dengan gerak.

Kadang saat merasa begitu lelah, penat, bosan, bahkan hampir putus asa, rasanya ingin berhenti saja. Tapi kadang ketakutan bahwa mungkin hanya tinggal satu langkah lagi membuatku ragu untuk berhenti.
"Bagaimana kalau hanya tinggal sedikit lagi? Bagaimana kalau ini yang sebenarnya aku tunggu?"

Setiap langkah yang aku tapaki adalah satu langkah yang membuatku semakin dekat dengan mimpi itu.
"One step closer to the edge"
Di depan sana ada cahaya terang yang menunggu, hanya saja ada tabir pekat yang harus kusibak dulu untuk dapat sampai disana.

Jumat, 04 Januari 2013

Sankyuu... Uhibbuk Fillah bi Idznillah..

bismillah...
berkali-kali rasanya memang perlu berterima kasih.
Seseorang tiba-tiba mencoba masuk, bukannya tak sadar. tapi rasanya cukup menarik.

"saya butuh sahabat" gumamku berkali.
tempat ini luas. dengan segala hal yang begitu baru.

"seseorang yang lebih dari saya. tapi tak terlalu kaku agar saya nyaman dan mampu mendengar nasihatnya." doaku bermalam-malam.
tempatku gelap. dan aku tau di depan sana ada tempat yg lebih terang yang ingin kucapai.
bukan tujuan, hanya tempat transit pertama untuk bisa maju lebih lagi.

"orang yang sudah ada disana, dan bisa menarikku kesana"
ada banyak mimpi yang berseliweran di dalam sini. kadang ada waktu dimana ia perlu dibagi. tapi tak bisa pada sembarang nama. harus ia, entah siapa, seseorang yang telah lebih mengerti.

lalu Tuhan bermain, mungkin memang sejak awal. sebab aku tak percaya kebetulan, yang ada hanyalah garis Tuhan.
Ada yang datang, masuk dan melihat-lihat. "coba saja." Tantang satu sudut hati.
"semoga nyaman" batin sudut lainnya berharap.

ketar-ketir berdoa, "Allah... bukan menafikkan naunganmu, tapi kadang manusia butuh partner agar semakin tegap berjalan ke arahmu. seperti Musa dan Harun. seperti Muhammad dan Abu Bakr. maka izinkan satu sahabat bagiku di tempat ini. sungguh, aku ingin maju. aku ingin tegap."

lalu ia selesai dengan urusannya. apa yang ia ingin tahu mungkin terjawab sudah. sempat takut. andai ia cukup puas dan memutuskan berhenti. maka biarlah, suatu hari semua akan selesai. apa bedanya nanti dan hari ini.

lalu aku belajar bernafas dengan biasa. biar semua duga terasa fatamorgana.
tapi aku tahu. Tuhanku, Allahku begitu murah hatinya.

Ada sedikit harap yang tersudut. Tersimpan rapi biar tak ada yang merasa berat. Biar hanya aku dan Tuhanku yang tahu isinya.
Biar kita berjalan seperti biasa. Tanpa ada hutang rasa.

Rabu, 02 Januari 2013

Jeda

diam. berbalik. dan bergegas.
nanti kita bertemu di ujung jalan ini.
di ujung mimpi ini.

mungkin memang butuh sedikit jarak
hanya sekedar memberi ruang
agar kita dapat semakin berkembang

mungkin memang butuh sedikit jeda
hanya sekedar membuktikan
bahwa segalanya berawal dari keikhlasan